Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Melihat Danantara Sebagai Reality Show



 

Indonesia punya lembaga baru nan kaya. Namanya Danantara. Ia digadang-gadang akan menjadi holding layaknya Temasek Holdings Singapura. Ia mengelola seluruh BUMN. 

Garistebal.com- Kemudian berita barunya adalah Rosan Perkasa Roeslani diangkat sebagai Kepala Badan Pelaksana Danantara. Ini bukan judul sinetron atau FTV “Dendam Sang Kepala BUMN,”  tapi ini benar-benar terjadi. 

Masyarakat tentu harus menjadi penonton. Mari kita saksikan peristiwa ini sebagai sebuah reality show. Sebagai pertunjukkan yang bagus, harus ada sebuah pertanyaan yang nyerempet-nyerempet privasi.

Danantara termuat dalam UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN. Dalam UU itu diatur tentang wewenang dan syarat mereka yang boleh masuk mengurusi Danantara. Ingat ya,  kekuasaan adalah konsep abstrak, oranglah yang membuatnya menjadi nyata. Dari dalam hati dan pikiran orang-oranglah segala yang jahat berasal.

UU BUMN itu mengatur membatasi agar orang-orang tercela TIDAK MASUK Danantara. Bayangkan, apa jadinya jika orang tercela (KBBI: kurang sempurna; cacat; kekurangan; aib; noda tentang kelakuan, dsb.; hinaan; kecaman; kritik) mengelola aset BUMN senilai Rp14 ribuan triliun!

Kata "tercela" muncul tiga kali dalam UU BUMN, berkaitan dengan persyaratan bagi individu yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris, Direksi Holding Investasi, serta Badan Pelaksana. Untuk tiga posisi itu, tidak boleh diisi oleh orang yang termasuk dalam kategori tercela di bidang INVESTASI atau bidang lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 3AI ayat (1) huruf i; Pasal 3R ayat (1) huruf i; Pasal 3AE ayat (1) huruf i).

Tak ada keterangan lebih lanjut di bagian Penjelasan. Mengenai alasan hanya tiga posisi itu yang melarang orang tercela masuk, entahlah pembentuk undang-undangnya.

Lalu sebagaimana reality show yang keren, maka kita lalu bertanya pakah Rosan memenuhi syarat "tidak tercela"? Eh ada juga pertanyaan apa sih sebenarnya artinya 'tidak tercela' itu?  Karena, dalam kamus BUMN, definisinya tampaknya agak kabur, seperti internet yang mati-mati hidup saat mendekati deadline.

Kalau kita bicara soal “tercela,” mungkin kita bisa mulai dengan sedikit petunjuk. Ada yang pernah dengar soal putusan pengadilan internasional? Rosan, yang katanya seorang pria dengan integritas yang luar biasa, pernah diminta oleh Singapore International Arbitration Centre (SIAC) untuk mengembalikan dana  US$201 juta yang “ternyata” tidak memiliki tujuan bisnis yang jelas. 

Nah, kalau uang itu nggak jelas tujuannya, sebaiknya kita positive thinking saja deh. 

“Ini nggak masalah kok, nanti juga ada yang klarifikasi," itu jawaban sebagian dari pendukung. Yah, mirip bilang “hanya main-main” setelah ketahuan nyuri barang di pasar malam. Malu, kan?

Tetapi jangan khawatir, Rosan sudah mengembalikan sebagian dana tersebut. Mungkin dia saat itu berpikir ingin merasakan sensasi dikejar mas-mas bank thithil. Atau bisa juga berpikir realistis, daripada dikejar terus, mending dikembalikan sebagian, biar orang lupa.

Lalu penonton sibuk menyusun pertanyaan baru. Jika sudah ada sebagian yang dikembalikan, integritas bisa dikembalikan utuh juga? Untuk soal ini mungkin hanya tukang sulap yang tahu.

Tapi kemudian muncul fakta baru. Tiba-tiba muncul Laporan Polisi No. LP/1295/XI/2015, yang melibatkan Rosan dan beberapa temannya dalam dugaan penggelapan dan pencucian uang terkait saham BEKS Rp129,6 miliar. Lucunya kasus ini sudah masuk tahap penyidikan, artinya sudah ada dua alat bukti yang cukup untuk membuat seseorang naik panggung sebagai tersangka. Seru, kan? 

Kalau kamu merasa ini lebih mirip acara crime drama daripada urusan BUMN, kamu nggak sendirian. Tentu semua penonton merasakan hal yang sama.

Setelah itu, Rosan mengganti nama BEKS jadi Bank Pundi Tbk supaya terdengar lebih "segar" seperti minuman kemasan baru. Tapi, yang lebih seru, PT Bank Pundi dijual ke PT Banten Global Development, yang kemudian dibeli oleh BUMD Pemerintah Provinsi Banten. Begitu mudahnya! Seperti mengganti kunci motor yang hilang, trus datang ke tukang kunci pinggir jalan itu.

Perkara lain yang juga perlu pengungkapan publik adalah status tersangka PT Recapital Asset Management oleh Kejaksaan Agung dalam kasus pengelolaan dana Asabri periode 2012–2019, di mana perusahaan di bawah Recapital Group yang didirikan Rosan terlibat sebagai Manajer Investasi (MI).

Ada juga fakta yang butuh pengungkapan dari Rosan mengenai pencabutan izin usaha di bidang asuransi umum atas PT Asuransi Recapital berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner OJK No. KEP-45/D.05/2020 tanggal 16 Oktober 2020, karena perusahaan asuransi itu melanggar ketentuan tingkat solvabilitas minimum.

Ada yang mau menambahkan daftar reputasi dan rekam jejak Rosan?

Namun, yang perlu diingat, pengungkapan ini bukan semata soal individu Rosan, tetapi tentang menjaga integritas dan kredibilitas Danantara sebagai lembaga pengelola investasi negara.

Apakah benar-benar adil jika seseorang dengan rekam jejak seperti ini dipilih untuk memimpin Danantara? Apa yang akan terjadi pada lembaga yang baru lahir ini? Apakah kita akan berinvestasi di masa depan atau hanya menunggu goncangan besar berikutnya? 

Jika ada yang salah, jangan salahkan kita kalau nanti kita cuma bisa nonton sambil ngelus dada dan bilang, “Udah, biarin, yang penting kita nonton aja."

Danantara jelas bukan mainan, bukan juga tempat buat uji coba. Kita butuh transparansi, bukan cuma gaya-gayaan pejabat yang “terkenal.” Jadi, semoga Rosan bisa menjawab, bukan cuma dengan mengembalikan dana, tapi juga dengan penjelasan yang lebih terbuka. Kita semua cuma pengen tahu, siapa yang beneran memimpin kita. Karena kalau kita salah pilih, ya, kita nggak akan punya pilihan selain ikut acara reality show ini sampai selesai. 


Penulis: Edhie Prayitno Ige, Jurnalis cum seniman 


Post a Comment for " Melihat Danantara Sebagai Reality Show"