TRANSFORMASI SURIAH Al-Jolani Tanggalkan Jejak Al-Qaeda
Meminjam penyair pasohor Indonesia, WS Rendra (1935-2009). "Politik adalah cara menggulingkan kekuasaan. Untuk menikmati giliran berkuasa".
GARISTEBAL.COM- Ketika pemberontak Khmer Rouge (Khmer Merah) memasuki Kota Phnom Penh (April 1975). Rakyat ketakutan. Pemandangan berbeda, saat Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) memasuki Kota Damaskus. Rakyat bersorak-sorai. Gembira!
Ketika Khemer Merah menduduki Phnom Penh, semua suprastruktur lenyap. Mulai dari PM Long Boret, hingga adik mantan Presiden Lon Nol, Lon Non (Mandagri). Keduanya dieksekusi, sesaat setelah Phnom Penh jatuh. Dua juta rakyat juga di-eksekusi kurun empat tahun.
Lon Nol sendiri melarikan diri, sebelum Khmer Merah menduduki Ibukota. Pemimpin Khmer Merah, Kheu Samphan, Pol Pot, Ieng Sary, dan Son Sen sendirilah yang memerintahkan esksekusi tersebut.
Ketika Abu Mohammed Al-Jolani memastikan Presiden Bashar Al-Assad telah 'lari'. Jolani dan pasukannya memasuki Damaskus. Rakyat menyambutnya.
Bak pahlawan, Al-Jolani yang mantan 'afiliator' Al-Qaeda, bahkan memberi statemen yang menyejukkan. "Tidak boleh ada yang menyakiti sesama anak bangsa". Penjara-penjara tahanan politik pun dibuka. Semua tahanan dibebaskan.
Yang lebih mengejutkan. Julani meminta PM Mohammed Ghazi Al-Jalali (Rezim Bashar Al-Assad), membentuk Pemerintahan transisi. Kalimat itu diikuti dengan perintah. Tak ada yang boleh merusak fasilitas negara, karena itu milik negara.
"Phrasa" Al- Sham (Hayat Tahrir Al-Sham/HTS), menyitir pada "Negeri Syam", dalam sejarah kenabian. Adalah satu bandar perdagangan ramai di masa lalu. Syam (Sham) merupakan sebutan untuk Suriah (Syria) yang penuh dengan makna "historical".
Terletak di sebelah Utara Kota Mekkah, dua kali Nabi Muhammad SAW, mengunjungi Kota ini. Saat berusia 12 tahun (583 Masehi), mengikuti Pamannya Abu Thalib berniaga.
Memasuki usia 25 tahun (595 M), Muhammad kembali ke "Al-Sham", setelah dipercaya Saudagar kaya Siti Khadijah (Isterinya) memimpin misi dagang.
Selain Sham (Syam), satu bandar lagi di Selatan (Yaman), adalah tempat berniaga favorit di abad ke-6 hingga ke-18.
Baik Suriah, maupun Yaman, kini adalah dua "Tanah" yang bergolak. Penuh dengan darah dan perseteruan. Kedua negara ini, tempat lahirnya organisasi-organisasi perlawanan fundamental. Yang dipicu oleh "devide et impera" negara-negara besar.
Faktor Israel, menjadi "sumbu" arus utama (mainstream), lahirnya Islam fundamental di Suriah dan Yaman. Pencaplokan (aneksasi) Dataran Tinggi Golan (wilayah Suriah) oleh Israel, dan keberadaan Palabuhan Eliat (milik Palestina yang direbut Israel) di ujung Teluk Aqaba (di tepi Laut Merah), menjadi perseteruan abadi.
Kesemuanya menjadi sumbu abadi keributan di Timur Tengah. Tentu saja, faktor aneksasi Gaza dan Tepi Barat sebagai "panglimanya". Ketiga faktor tersebut harus di selesaikan, dan AS-Israel mesti punya "political will". Untuk mau duduk bersama dengan seluruh elemen Timur Tengah. Dalam hal ini Liga Arab dan PBB.
Kini Suriah (Al-Sham) telah dibebaskan. Hampir seluruh Kota merayakannya. Tidak ada 'keseraman' ketakutan dan image pemberontak Islam menang, semua akan dilibas.
Kasih sayang dan kelembutan hati HTS terucap dalam beberapa 'phrasa' sang pemimpin HTS kepada pasukannya: "Anda adalah pelindung, dan ini adalah milik rakyat Suriah. Kalian harus tetap rendah diri dan merangkul,"Abu Mohammed Al-Jolani memberi perintah.
Sejarah keluarga Assad, memang kelam. Pembantaian terhadap ribuan rakyat (1982) di Kota Hama, menjadi luka sejarah yang menganga. Kala itu, Ayah Bashar Al-Assad (Hafezh Al-Assad) memadamkan pemberontakan Islam Sunny (Ikhwanul Muslimin).
Pembersihan perlawanan yang dikomandoi oleh keluarga Assad, Jenderal Rifaat Al-Assad berlangsung Selama 27 hari. Perkiraan rakyat sipil yang dihabisi oleh Ayah Bashar Al-Assad (Hafezh Al-Assad), sekitar 40.000 orang. Sebagian besar rakyat sipil.
Dalam kesejarahan Timur Tengah, serangan Pasukan Suriah terhadap pemberontakan di Kota Hama tersebut. Menjadi tindakan yang paling mematikan oleh Pemerintahan Arab mana pun terhadap rakyatnya sendiri.
Al-Jolani sang pemimpin oposisi, di sambut bak pahlawan oleh rakyat Suriah. Tidak ada ketakutan. Tak ada kecemasan.
Terlahir sebagai Ahmed Al-Sharaa, Abu Mohammed Al-Jolani memang telah lama menghapus dirinya dalam catatan kekerasan organisasi perlawanan Islam terhadap Barat, Al-Qaeda.
Al-Jolani, ingin mengobati luka rakyat Suriah selama lebih dari 50 tahun (Hafezh Al-Assad dan Bashar Al-Assad) dengan kultur modern, perdamaian (Peace) dan diplomasi.
Memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda dan membubarkan sempalannya (Jabhat Al-Nusra), Al-Jolani membentuk poros perlawanan HTS.
Langkah moderat inilah yang membuat rakyat Suriah mendukung pembebasan negerinya dari rezim otoritarian, Partai Baath, partainya Bashar Al-Assad. Lewat tangan Abu Mohammed Al-Jolani.
Meminjam penyair pasohor Indonesia, WS Rendra (1935-2009). "Politik adalah cara menggulingkan kekuasaan. Untuk menikmati giliran berkuasa". Tentu Al-Jolani, tidak semata berkuasa untuk itu.
Harapan kita, Suriah di tangan Al Jolani. Masuk ke era baru. Era kesejahteraan (prosperity), dan perdamaian (Peace). Sekaligus merangkul semua elemen, untuk membangun Suriah. Karena HTS, bukanlah Khmer Merah.
Penulis: Sabri Piliang, Jurnalis Senior di Jakarta
Post a Comment for " TRANSFORMASI SURIAH Al-Jolani Tanggalkan Jejak Al-Qaeda"