Seabad 3 Sastrawan, Pegiat Literasi di Boja Gelar “Festival Kecil: Tiga Sastrawan Besar”
GARISTEBAL.COM (Kendal) -Sejumlah komunitas dan pegiat literasi di Kecamatan Boja Kabupaten Kendal Jawa Tengah secara bergotong royong menggelar “Festival Kecil: Tiga Sastrawan Besar” untuk memperingati 100 tahun tiga sastrawan kenamaan asal Indonesia dan Ceko. Ketiga sastrawan itu yakni Sitor Situmorang, AA Navis, dan Franz Kafka. Acara diselenggarakan pada Minggu, 22 Desember 2024 di Gedung Sastra & Sosial Guyub Bebengan Boja Kendal.
Acara ini digelar secara gotong royong oleh sejumlah komunitas & pegiat literasi, yakni: Teras Baca Boja (TBB), Boja Baca, Bukit Buku, Komunitas Lerengmedini (KLM), dan Perpustakaan Ajar. Tak hanya diskusi, acara juga diisi dengan panggung literasi, jemuran puisi, pameran karya, lapak buku, teras kreasi, dan bincang sastrawan. Diskusi sastra menyajikan tiga tema besar dengan menghadirkan beberapa narasumber. Yakni: Sitor Situmorang: Karya dan Dunianya dengan narasumber: Anugrah Prasetya (penyair) dan Siraj Lintang (pegiat KLM); AA Navis: Karya dan Dunianya dengan narasumber Fitriyani (cerpenis & guru); serta Franz Kafka: Karya dan Dunianya (Sigit Susanto (penerjemah karya-karya Franz Kafka dan Heri CS, jurnalis-penulis).
Koordinator acara, Zakia Maharani, mengatakan, festival ini digelar sebagai upaya sederhana untuk mengenal sekaligus mengenang kiprah tiga tokoh sastra. Dua asal Indonesia yakni Sitor Situmorang dan AA Navis, serta satu sastrawan terkemuka dunia asal Ceko yakni Franz Kafka.
“Kami ingin mengenalkan karya-karya A.A. Navis, Sitor Situmorang, dan Franz Kafka kepada generasi muda sekaligus merayakan kontribusi mereka dalam dunia literasi,” kata Zakia kepada wartawan.
Zakia menambahkan, tahun 2024, terasa begitu istimewa dan monumental bagi dunia sastra Indonesia. Tahun ini, ada beberapa sastrawan kenamaan di Indonesia yang memasuki masa 100 tahun. Mereka yakni, Ali Akbar Navis, sastrawan kelahiran Sumatera Barat, 17 November 1924 dan wafat pada 22 Maret 2003. Ia dikenal dengan nama A.A. Navis, seorang sastrawan, kritikus budaya, dan politikus Indonesia. Ia terkenal karena cerita pendeknya Robohnya Surau Kami yang ditulis pada 1956.
Kemudian, Raja Usu Sitor Situmorang, dikenal sebagai Sitor Situmorang. Ia lahir 2 Oktober 1924 – 21 Desember 2014. Ia dikenal sebagai seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Sitor menulis sajak, cerita pendek, esai, naskah drama, naskah film, telaah sejarah lembaga pemerintahan Batak Toba, dan menerjemahkan karya sastra mancanegara.
“Selain dua sastrawan Indonesia, salah satu sastrawan dunia, yakni Franz Kafka juga memasuki usia 100 tahun diitung dari tahun kematiannya (3 Juli 1883-3 Juni 1924). Gaya kepenulisannya yang unik telah dianggap memberi pengaruh besar terhadap kesusastraan Barat Ia dianggap sebagai salah seorang pelopor prosa modern oleh para kritikus sastra,” tutur Zakia yang juga pegiat Teras Baca Baca ini.
Menurut Zakia, momentum peringatan satu abad atau seratus tahun merupakan sesuatu yang monumental. Sehingga, teramat sayang apabila peringatan ini dilewatkan begitu saja. Sehingga, dengan swadaya dan gotong royong antarkomunitas serta pegiat literasi berupaya mewujudkan kegiatan ini.
“Peringatan ini kami kira penting sebagai momentum pengingat--begitu kayanya Nusantara akan sosok-sosok sastrawan yang mencipta karya sastra adiluhung yang tak lekang zaman. Dan, untuk itu, mesti diwariskan serta diceritakan pada generasi masa kini. Besar harapan menjadi inspirasi anak negeri,” ujarnya.
Melalui acara ini, harapannya, karya-karya para sastrawan Indonesia dapat dikenal lebih luas oleh generasi masa kini serta mereka memahami nilai-nilai yang mereka usung melalui medium sastra. “Peringatan ini bukan hanya sekadar mengenang, tetapi juga upaya untuk menggemakan nilai-nilai sastra Indonesia agar terus relevan di tengah arus besar perubahan zaman,” tandasnya.
Sementara itu, Lovina SV, siswi MA NU 04 Boja yang hadir dalam acara mengaku senang dapat mengikuti acara tersebut. Ini menjadi pengalaman pertama baginya. “Kegiatan seperti ini menambah pengetahuan tentang sastra dan sosok penulis,” ujarnya.
Di lokasi acara saat acara berlangsung, tampak antusiasme publik terhadap acara tersebut. Puluhan warga mulai dari pelajar, guru, dosen, hingga masyarakat dari pelbagai kelangan turut menghadiri acara tersebut. Di lokasi acara, pengunjung disambut dengan jemuran puisi, serta lapak buku beragam tema. Kemudian, di dalam gedung, hadirin dapat menyaksikan pameran karya-karya dan foto 3 sastrawan dalam poster.
Karya-karya Sitor Situmorang antara lain Pertempuran dan Salju di Paris (1956), Toba Na Sae (1993), Biksu Tak Berjubah Dalam Sajak (1955), dan Sitor Situmorang: Kumpulan Sajak 1948-2008. Karya-karya AA Navis antara lain: Robohnya Surau Kami (1955), Kabut Negeri si Dali (2001), Kemarau (1967), Jodoh ((1999), Bertanya Kerbau pada Pedati (2002) ((AA Navis). Kemudian, karya-karya Kafka antara lain Metamorfosis (1915), Surat untuk Ayah (1919), Kastil (1926), dan America (1927).
Sementara itu, Heri CS, pegiat KLM menambahkan, dalam memperingati 100 tahun kematian Franz Kafka, komunitasnya bersama beberapa penulis dan penyuntuk karya-karya Franz Kafka menerbitkan dua buku, yakni: Di Depan Hukum & Cerita Lain Frakz Kafka dalam 13 Bahasa Daerah (diterbitkan Penerbit JBS, Juli 2024) dan Seratus Tahun Kafka: Kumpulan Esai (diterbitkan KLM bekerja sama dengan Interlude Yogyakarta, November 2024).
Tiga cerpen Kafka yang diterjemahkan dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia oleh Sigit Susanto, yakni Di Depan Hukum (Vor dem Gesetz), Sebuah Persilangan (Eine Kreuzung), dan Sang Penunggang Ember (Der Kubelreiter). Kemudian, ketiga cerpen tersebut diterjemahkan para penulis dalam 13 bahasa daerah, yakni Papua Suku Mee Idakebo Dogiyae (diterjemahkan Nomensen Douw), Melayu Ambon (Jean Marlon Tahitoe), Sumbawa (Dedy Ahmad Hermansyah), Sasak Lombok dialek Ngeno-Ngene (Ahmad Sugeng), Dayak Banyaduq (Kristian), Bali (I Putu Supartika), Madura (Rizaldi Anugroho Pratama), Jawa (Sugito Sosrosasmito), Sunda (Eddi Koben), Lampung (Uzo Z. Karzi), Minangkabau (Indrian Koto), Batak Toba (M. Tansiswo Siagian), dan Aceh Suku Gayo (Salman Yoga S).
Sementara, untuk Seratus Tahun Kafka: Kumpulan Esai, tercatat, ada 12 penulis yang terlibat dalam kerja kolaborasi antarpenulis ini. Mereka yakni, Anton Kurnia yang menulis esai dengan judul Menyusuri Praha, Mencari Jejak Kafka; Triyanto Tiwikromo (Jejak Kafka di Berlin dan Praha); Yusri Fajar (Kafka, Wisata Sastra, dan Sastra Wisata); An. Ismanto (Menjadi Kafka); Wahid Kurniawan (Terjun ke Jurang, Refleksi atas Surat-Surat Kafka dan Milena); Kiki Sulistyo (Birokrasi Kafkaesque); Delpedro Marhaen (Hukum dan Keadilan Kafkaesque); Dedy Ahmad Hermansyah (Surat untuk Kafka); Sugito Sosrosasmito (Menerjemahkan Tiga Prosa Kafka dan Membaca Jawa); Heri Condro Santoao (Anak-anak Gregor Samsa); Warih Wisatsana (Kafka, Samsa, dan Saya); dan Sigit Susanto (Egosentrik Kafka dan Karya Monumental).
Post a Comment for " Seabad 3 Sastrawan, Pegiat Literasi di Boja Gelar “Festival Kecil: Tiga Sastrawan Besar”"