Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Resensi Album Wind & Wuthering: Melodi Angin, Puisi Kehilangan



Album Wind & Wuthering (1976) karya Genesis memadukan melodi lembut dan ledakan progresif, mengangkat tema kehilangan dan transisi. Album ini menjadi bab terakhir era klasik Genesis, menghadirkan keindahan melankolia sebelum band beralih ke arus utama.

GARISTEBAL.COM- Di ujung 1976, tepatnya 17 Desember 1976, ketika musik rock tengah menyusuri arus deras perubahan, Genesis merilis Wind & Wuthering. Sebuah judul yang seolah menyapa kita dengan bisikan angin dan melankolia, diilhami dari novel klasik Emily Brontë Wuthering Heights. 

Album ini bukan hanya koleksi lagu; ia adalah lanskap perasaan, sebuah dialog antara masa lalu dan masa depan, sebuah epilog dari era progresif Genesis yang paling murni.

Sampul albumnya, sebuah pohon tanpa daun yang berdiri sendiri di padang terbuka dengan langit mendung, seolah menggambarkan tema utama dari album ini. Kesendirian pohon tersebut adalah metafora visual untuk transisi yang tengah dialami Genesis: sebuah fase yang membawa kehilangan tetapi juga memberi ruang untuk refleksi. Seperti halnya musik dalam album ini, pohon tersebut menghadirkan keheningan yang penuh makna, sebuah keindahan melankolis yang hanya bisa dirasakan melalui kesunyian.

Pohon ini juga bisa dipandang sebagai simbol ketahanan di tengah angin perubahan. Dalam konteks album, ia berbicara tentang cara Genesis berdiri kokoh, meskipun masa depan mereka terasa penuh ketidakpastian. Sampul ini menjadi refleksi visual dari atmosfer lirik dan komposisi album—sebuah meditasi tentang kehilangan, cinta, dan keindahan yang tersembunyi dalam kesederhanaan.

Sampul ini, yang dirancang oleh Hipgnosis—studio desain yang terkenal karena karya-karyanya untuk band-band besar seperti Pink Floyd dan Led Zeppelin—menggambarkan esensi dari tema album: kesepian, perubahan, dan keindahan yang tersembunyi di dalam melankolia.

Sehingga secara keseluruhan album ini ibarat jejak angin di padang Yorkshire, yang menari di antara harmoni lembut dan ledakan instrumental yang penuh intrik. Wind & Wuthering adalah album transisi—baik secara musik maupun emosional. Ini adalah penanda bab terakhir Steve Hackett bersama band, sekaligus pintu menuju arah yang lebih pop di dekade berikutnya. Tetapi transisi, seperti yang sering terjadi, melahirkan sesuatu yang paradoks: keindahan dalam perpisahan.

Ritual Melankolia dan Kedigdayaan Progresif

Lagu pembuka, "Eleventh Earl of Mar", mengajak kita masuk ke dunia di mana sejarah dan imajinasi bercampur. Irama gitar Hackett yang tajam menyatu dengan lirik yang merujuk pada pemberontakan Skotlandia. Di sini, Genesis menyusun cerita yang mengalir seperti sungai, melodi yang melompat dari lembah sunyi ke air terjun emosi.

Namun, inti dari album ini adalah "One for the Vine", sebuah puisi epik tentang kepemimpinan, pengorbanan, dan pencarian makna. Tony Banks, yang menulis sebagian besar album ini, memperlihatkan bakatnya sebagai arsitek melodi. Lagu ini memandu kita melalui labirin nada, menggambarkan seorang pemimpin yang terjebak di tengah harapan pengikutnya dan ketidakpastian dirinya sendiri.

Dan ada "Blood on the Rooftops", sebuah permata tersembunyi yang sering dianggap puncak kontribusi Hackett. Lagu ini adalah elegi modern: sebuah kritik terhadap rutinitas masyarakat yang terjebak dalam kenyamanan media, dibungkus dalam alunan gitar klasik yang menghantui.

Namun, di tengah atmosfer progresif ini, Genesis menawarkan kehangatan melalui "Your Own Special Way". Lagu ini, yang ditulis oleh Mike Rutherford, membawa sentuhan romantis yang jarang terdengar dalam album Genesis sebelumnya. Sebagai salah satu lagu dengan struktur lebih sederhana, ia menjadi hit di tangga lagu Amerika dan memperluas jangkauan Genesis ke khalayak yang lebih luas. Liriknya yang lembut dan nada yang melodius menunjukkan sisi lain Genesis: kepekaan mereka terhadap emosi manusia yang universal.

Sisi kedua album ini didominasi oleh suite instrumental, "Unquiet Slumbers for the Sleepers..."/"...In That Quiet Earth". Dalam karya ini, Genesis menggabungkan elemen simfoni dengan kepekaan rock, menghadirkan atmosfer yang seakan-akan membawa kita ke lembah-lembah berangin yang diterangi bulan. Melodi ini berpuncak pada "Afterglow", sebuah balada yang menjadi refleksi perasaan: kehilangan, cinta, dan harapan yang tersisa seperti sinar terakhir matahari di cakrawala.

Warisan dan Pengaruh

Dalam retrospeksi, Wind & Wuthering bukan hanya album, tetapi sebuah pernyataan. Ia mengilhami banyak musisi progresif seperti Marillion, Pendragon dan IQ, yang mengambil atmosfer dan kompleksitas naratif sebagai warisan. Bagi penggemar Genesis, album ini adalah pelukan terakhir dari era klasik sebelum band berlayar menuju arus utama.

Mungkin, Wind & Wuthering tidak pernah mendapat penghargaan besar atau menjadi album yang paling populer. Tapi seperti angin, ia meninggalkan jejak yang tak terlihat, hanya bisa dirasakan. Ia mengajarkan kita bahwa keindahan sering lahir dari keheningan dan perpisahan. Seperti lirik di "Afterglow":

"Like the dust that settles all around me, I must find a new home."

Genesis menemukan rumah baru setelah album ini. Dan bagi kita yang mendengarkan, Wind & Wuthering tetap menjadi rumah bagi kenangan dan harapan yang tak pernah pudar. 


Penulis: Denny Septiviant - Politisi PKB / Fans Genesis

Post a Comment for "Resensi Album Wind & Wuthering: Melodi Angin, Puisi Kehilangan"