KEMATIAN SANG AKTOR(?) : Catatan dari Monolog 3 Aktor Asdrafian
Monolog tiga aktor muda Yogyakarta ini menyajikan eksplorasi watak dan peran, dari heroisme Arya Penangsang hingga absurditas renungan tentang Tuhan dan birokrasi. Setiap kisah menjadi napas perjuangan aktor melawan "kematian" seni peran di tengah tuntutan totalitas panggung teater.
GARISTEBAL.COM- Apa yang terjadi seandainya Arya Penangsang tidak terbunuh oleh tipu daya musuhnya. disaat pertarungan ditepi Bengawan sore menghadapi bocah ingusan Danang Sutawijaya. ketika tombak yang meminta ususnya terburai itu akibat taktik cerdik Ki Juru Martani dalam mengatur skenario pertarungan sang perwira.
Siapa yang mengira birahi Gagak Rimang sang kuda Arya Penangsang terbakar, digoda dengan kuda perempuan Danang Sutawijaya. Sehingga sang perwira lepas kendali menyeberang bengawan sore yang menjadi pantangannya
Tragedi kematian Arya Penangsang berbalut intrik perebutan kekuasaan Demak dan Pajang dalam alur kisah politik lahirnya kerajaan Mataram. Maka seandai Arya Penangsang tidak mati terbunuh. kisah yang berbalut sejarah kerajaan jawa Mataram.Islam tidak pernah ada
Demikian naskah Sri Murtono melihat isi yang berbeda dari sejarah yang kerap menghitamkan tokoh Arya Penangsang. sosok yang selalu digambarkan antagonis dan pemberang, sejatinya Arya Penangsang adalah tokoh heroik sang perwira yang menjaga kedaulatan kerajaannya dari intervensi Sultan Hadiwijaya.
Kisah kematian Sang Perwira Penangsang (Pati Perwira) dibawakan dengan monolog yang apik oleh Khulukul Karim, aktor muda dari Teater Eska. Pati Perwira merupakan naskah epos kepahlawanan yang menekankan karakter tokoh kesatria, sosok yang terluka dengan usus terburai dan meradang. Uluk (Khulukul Karim) dalam kemampuan aktingnya yang terlatih mencoba menghayati rasa sakit usus terburai dan amuk kemarahan Arya Penangsang akibat tipu daya musuhnya.sehingga rasa sakit tak dirasa dan menolak untuk menyerah hingga ajal menjemputnya sebagai kesatria yang perwira. Monolog yang menggiring suasana mencekam yang berdurasi 30 menit ditutup dengan teriakan Arya Penangsang nemanggil kuda kesayangannya Gagak Rimang untuk terus maju dimedan laga
Cerita lain, aktor Thomas Rian menembakkan pistol kemulutnya.dengan menyebut “A Love You Tuhan” dan tersungkur diatas panggung. Aktor jebolan ISI Yogya jurusan teater ini, membawakan naskah Hantu Dibalik Lipatan Buku.naskah karya Mahmud Elqadrie yang bergenre absurditas dalam muatan filosofis. Sebuah tema yang mempertanyakan posisi Tuhan dalam renungan pikiran manusia yang lalu hadir sebagai "Ada". melampaui antara kehidupan manusia dan kematianya. yang keduanya dalam kendali kuasa Tuhan. Sebaliknya Tuhan hadir atas upaya kesadaran berpikir manusia. Sehingga Tuhan_ menjadi ada dan abadi dalam semesta sedang manusia hanya sejenak hidup menunggu dijemput ajal..
Narasi diatas adalah potongan prolog adegan Monolog Hantu Dinalik Lipatan Buku, digambarkan seorang aktor diatas panggung yang merasa gagal dan mencapai anti klimak dalam berputus asa. renungan eksistensi menjadi seorang aktor yang dirasa hanya berkubang didunia kepura-puraan, tersesat dari ruang-ruang imajiner yang cuma kepalsuan. Apa yang ia fahami dalam menghayati watak, karakter, dan perangai manusia hanya berpuncak pada kehampaan belaka. sekedar bayangan hantu dibalik lipatan buku kehidupan yang berulang dan sia-sa. Aktor telah mati karena aktor-aktor yang sesungguhnya telah menguasai panggung permainan kehidupan yang nyata .
Thomas Rian dengan akting yang unik berusaha memasuki naskah yang rumit dalam pola diksi yang kental kesastraan. Dengan property payung berumbai dan kostum yang eksentrik, menyeret kursi kecil untuk pola permaian aktingmya, Thomas mencoba mencairkan dialog agar sampai kepenonton dengan gerak estetis yang lentur. Dari sinilah upaya seorang aktor dalam menafsirkan ulang naskah dari penulisnya. Agar monolog menjadi cair dan sampai keaudenya.Secara visual monolog Hantu dibalik lipatan buku menawarkan nuansa yang berbeda dengan musik yang digarap Dr, Memet Chairul Slamet.M,Sn, nuansa absurditas tampak terasa memantik perenungan tersendiri
RAJATUWA Naskah karya Nuriswantara dengan warna yang berbeda dibawakan Hari Makin.aktor dari ISI jurusan teater Yogya. berkisah seorang pensiunan PNS.yang menceritakan pengalaman menjadi pegawai rendahan yang taat dan jujur. sementara dilingkungan kerjanya kebobrokan birokrasi dan korupsi terpampang didepan mata. Cerita yang beralur satire dengan judul Rajatuwa merupakan nama marga dari tokoh pensiunan PNS yang menciptakan dinasti keluarga. Cerita yang cenderung sarat bertutur oleh sang aktor ditarik menjadi khas warna dialog Indonesia timur (NTT). Hari Makin dengan permainan yang rileks berupaya mencairkan suasana dengan akting natural yang interaktif. melewati naskah panjang yang membutuhkan kreatifitas dan improfisasi tersendiri. Dan durasi ini dikuatkan ilustrasi musik yang menopang tangga dramatik oleh Musisi Adi Wijaya, M.Sn. setidaknya mampu menahan kejenuhan penonton yang bertahan 30 menit
Aktor dan penciptaan peran
Pementasan teater monolog tiga aktor Asdrafian yang diihtiarkan mengembelikan teater pada aktor tentu sebuah idealitas dari sebuah teater, tempat dimana para aktor. berekspresi. setidaknya penguasaan teknik dramaturgi dan intensitas mengolah dan meningkatkan akting sangat diperlukan.
Sebagaimana yang dikatakan Robert Cohen tentang : aktor yang menirukan watak, teater yang menggunakan naskah drama sebagai pijakannya, maka terlihat dengan jelas, bagaimana para aktor yang berperan di atas panggung, menirukan suatu peran tertentu dengan watak atau karakter atau penokohan yang sesuai dengan keinginan sebuah naskah drama. Peniruan ini merupakan suatu bentuk pilihan yang diyakini seorang aktor untuk dapat menciptakan kembali aktualisasi dari tiga aspek penting didalam perwatakannya, yakni sosiologis (kedudukan sosial misalnya), psikologis (kejiwaan atau perangai maupun mental), dan fisiologis (keadaan fisik) tokoh atau peran dalam sebuah naskah drama. Peniruan watak tersebut merupakan salah satu bentuk dari upaya aktor menggiring penontonnya mempercayai peran yang dimainkannya.
Atau yang dalam methode Stanislavky seorang aktor mengharuskan memanfaatkan antara lain: Memori emosional ( ingatan akan pengalaman dan emosi masa lalu ). Dan apa yang dipertaruhkan dari tiga aktor muda Yogyakarta, diatas panggung dalam membawakan tiga monolog mampu melewati pencapaian hal tersebut, meskipun masih perlu diberi catatan sana sini. Terutama diksi yang terkait kesastraan naskahnya dan ritme permainan yang menuntut dinamisasi dan kreativitas dalam mengembangkan akting. Dan apa yang dikatakan sang sutradara Bramanti F.Nasution yang memberi kebebasan para aktor menafsirkan naskah yang dimainkan.sebagai bentuk upaya memberi ruang permainan sang aktor yang merdeka. Diluar hal-hal yang bersifat teknis yang perlu didiskusikan bersama
Ada yang penting untuk tidak sekedar bermain teater. karena teater adalah kerja proses yang membutuhkan totalitas dan intensitas latihan yang tinggi, untuk pencapaian menjadi seorang aktor. Monolog adalah salah satu cara untuk menjawab hal itu. Cara melawan kematian keaktoran
Penulis : Mahmud Elqadrie
Post a Comment for "KEMATIAN SANG AKTOR(?) : Catatan dari Monolog 3 Aktor Asdrafian"