Jejak Abadi Pondok Pesantren Tertua di Jawa Tengah: Simbol Pendidikan dan Perlawanan
Dengan pola kehidupan yang unik, pesantren mampu bertahan selama berabad-abad untuk mempergunakan nilai-nilai hidupnya sendiri. Karena itu dalam jangka panjang pesantren berada dalam kedudukan kultural yang relatif lebih kuat daripada masyarakat sekitarnya, kedudukan ini dapat dilihat dari kemampuan pesantren untuk melakukan transformasi total dalam sikap hidup masyarakat sekitarnya, tanpa ia sendiri harus mengorbankan identitas dirinya. (Pesantren Sebagai Subkultur: KH Abdurrahman Wahid)
Pesantren-pesantren ini tidak hanya menjadi pusat pengajaran agama, tetapi juga benteng perlawanan terhadap berbagai bentuk penindasan, dari masa penjajahan hingga era modern. Di antara pesantren tertua yang mengakar kuat dalam sejarah dan budaya Islam, lima nama besar mencuat: Pesantren Al Kahfi Somalangu di Kebumen, Pondok Pesantren Luhur Dondong di Semarang, Pesantren Jamsaren di Solo, Pesantren Girikusumo di Demak, dan Pesantren Darussalam Watucongol di Magelang.
Pesantren Al Kahfi Somalangu adalah salah satu pesantren tertua yang terus aktif hingga kini. Berdiri sejak 4 Januari 1475 Masehi, pesantren ini didirikan oleh Sayid Muhammad Ishom Al-Hasani, seorang ulama besar dari Hadhramaut, Yaman, yang merupakan keturunan ke-22 Nabi Muhammad SAW. Kehadirannya di tanah Jawa pada masa pemerintahan Prabu Kertawijaya dari Kerajaan Majapahit menandai penyebaran Islam pada masa-masa awal di wilayah ini. Sistem kepemimpinan pesantren ini diwariskan kepada keturunan langsung pendirinya, mencerminkan kesinambungan tradisi yang telah bertahan selama lebih dari lima abad. Dengan bukti sejarah seperti prasasti Zamrud Siberia di masjid pesantren, Al Kahfi menjadi bukti konkret Islamisasi di Jawa yang berlangsung damai dan berkelanjutan.
Pesantren ini tidak hanya dikenal karena usianya yang panjang, tetapi juga karena pengaruhnya yang meluas. Dengan masjid bersejarah berlapis ilalang harum dan mustaka dari tanah liat, Al Kahfi Somalangu menjadi inspirasi bagi banyak pesantren lain di Indonesia. Tradisi pengajaran yang mengakar pada nilai-nilai akhlak menjadikan pesantren ini pusat pendidikan yang dihormati, bahkan dianggap sebagai induk pesantren di Indonesia.
Sementara itu, di Semarang, berdiri Pondok Pesantren Luhur Dondong, yang didirikan oleh Kiai Syafii Pijoro Negoro pada 1609 M. Pesantren ini memiliki sejarah yang tidak kalah menarik, dengan pendirinya yang pernah menjadi komandan pasukan Sultan Agung dalam perlawanan terhadap VOC di Batavia pada 1629. Selepas serangan tersebut, Kiai Syafii membangun pesantren di Kampung Dondong yang kini menjadi pusat pendidikan Islam sekaligus benteng pertahanan budaya.
Pesantren Luhur Dondong telah melahirkan banyak tokoh besar, termasuk Mbah Sholeh Darat, yang menjadi guru bagi KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama), dan RA Kartini. Pengaruh besar pesantren ini dalam membentuk intelektualitas tokoh-tokoh besar tersebut menunjukkan bagaimana pendidikan berbasis pesantren memiliki peran signifikan dalam sejarah perjuangan bangsa.
Tidak jauh dari situ, di Solo, berdiri Pesantren Jamsaren, yang didirikan pada 1750 M. Pesantren ini dibangun pada masa pemerintahan Pakubuwono IV dan menjadi salah satu pesantren tertua di Jawa Tengah. Meski sempat vakum akibat serangan kolonial pada 1830, pesantren ini kembali bangkit di bawah pengasuhan Kiai H Idris, seorang ulama yang juga pembantu Pangeran Diponegoro. Hingga kini, Pesantren Jamsaren tetap menjadi pusat pendidikan Islam yang dihormati, dengan tradisi keilmuan yang meluas ke berbagai kalangan masyarakat.
Di Demak, Pondok Pesantren Girikusumo menambah daftar pesantren tertua yang kaya sejarah. Didirikan oleh Syekh Muhammad Hadi pada 1868 M, pesantren ini berfokus pada pengajaran akhlak dan ilmu tasawuf. Lokasinya di Banyumeneng, Mranggen, menjadikannya pusat pendidikan Islam yang strategis di wilayah pesisir Jawa Tengah. Keunikan Girikusumo terletak pada konsistensinya dalam mengajarkan nilai-nilai spiritual di tengah perubahan zaman.
Pesantren Darussalam Watucongol, yang berdiri pada 1830 di Magelang, juga menjadi salah satu pesantren bersejarah. Didirikan oleh KH Abdurrauf setelah Perang Diponegoro, pesantren ini menyimpan keunikan dengan jumlah santri yang konon tidak pernah melebihi seribu orang. Sebagai pusat pendidikan Islam, Watucongol tidak hanya melestarikan tradisi pesantren, tetapi juga menjadi tempat perenungan spiritual yang mendalam bagi para santrinya.
Kelima pesantren ini adalah bukti bahwa pendidikan Islam di Jawa Tengah telah berakar kuat dalam sejarah panjang Nusantara. Keberadaan mereka bukan hanya sebagai pusat pembelajaran agama, tetapi juga benteng perlawanan terhadap ketidakadilan sosial dan budaya. Hingga kini, mereka terus menjadi saksi hidup tradisi keilmuan Islam yang terus relevan, menjaga nilai-nilai luhur di tengah arus perubahan zaman. Dari daun ilalang harum di atap Masjid Somalangu hingga kokohnya dinding hijau putih di Pondok Dondong, pesantren-pesantren ini tetap menjadi mercusuar pendidikan dan perlawanan yang tak lekang oleh waktu.
Penulis: Ardiyansyah
Dari berbagai sumber
Post a Comment for " Jejak Abadi Pondok Pesantren Tertua di Jawa Tengah: Simbol Pendidikan dan Perlawanan "