Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tugu Waseso: Jejak Spiritual di Balik Perjuangan Sukarno Menuju Kemerdekaan

 


 Tugu ini secara simbolis dibangun di tempat di mana Sukarno meminta doa restu, menandai titik penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan.

Garistebal.com- Tugu Waseso, sebuah monumen sederhana yang terletak di Desa Soropaten, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, memiliki sejarah panjang yang menghubungkan perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan nilai-nilai spiritual yang mendalam. 

Tugu ini, yang mungkin tidak banyak dikenal di luar wilayah Klaten, ternyata menyimpan cerita penting tentang pertemuan antara Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, dan seorang tokoh spiritual lokal yang berpengaruh, Kiai Karso Rejo. Cerita ini tidak hanya merefleksikan hubungan antara perjuangan politik dan spiritual di masa pergerakan nasional, tetapi juga mengukuhkan betapa pentingnya dukungan moral dan doa dalam perjuangan bangsa.


Jejak Spiritual Kiai Karso Rejo

Sebelum mendalami kisah pertemuan monumental itu, ada baiknya kita mengenal lebih dekat sosok Kiai Karso Rejo, seorang tokoh yang sangat dihormati oleh masyarakat Soropaten. 



Kiai Karso Rejo, yang memiliki nama kecil Jumadikun, dikenal sebagai seseorang yang mendapatkan pencerahan spiritual setelah bertapa selama 40 hari di atas pohon gayam, di pertemuan dua sungai yang kini menjadi lokasi penting di desa tersebut. Pertapaannya ini dilakukan setelah ia terinspirasi dari lakon wayang kulit Begawan Mintirogo, yang memperlihatkan bagaimana laku spiritual dapat membawa kekuatan besar.

Kiai Karso Rejo akhirnya menjadi panutan bagi banyak orang, bukan hanya karena kebijaksanaannya tetapi juga karena diyakini memiliki kemampuan untuk mengabulkan doa-doa mereka. Banyak orang yang datang kepadanya untuk meminta nasihat dan berkah. Bahkan, di sekitar rumahnya, orang-orang yang merasa doanya terkabul sering membangun berbagai fasilitas umum sebagai bentuk terima kasih.



 Salah satu tradisi yang masih terus dilestarikan hingga sekarang adalah pagelaran wayang kulit yang diadakan setiap malam Jumat di desa ini, menghormati warisan spiritual yang ditinggalkan oleh Kiai Karso Rejo.


Pertemuan Bersejarah: Sukarno dan Kiai Karso Rejo

Pada tahun 1926, Sukarno yang kala itu sedang bergelut dalam pergerakan nasional menuju kemerdekaan, datang ke Desa Soropaten atas saran dari para sesepuh Keraton Surakarta. Sukarno saat itu dikenal sebagai seorang pemimpin yang tidak hanya piawai dalam bidang politik, tetapi juga sangat menghargai kekuatan spiritual. Ia diberi tahu bahwa untuk mendapatkan restu dalam perjuangannya, ia harus menemui seorang tokoh spiritual di Soropaten, yaitu Kiai Karso Rejo. Sukarno, dengan tekad yang kuat, memutuskan untuk menemui Kiai Karso Rejo demi mendapatkan doa restu.

Sesampainya di Soropaten, Sukarno awalnya tidak menemukan Kiai Karso Rejo di rumahnya. Ia kemudian menyusuri jalan-jalan desa hingga akhirnya menemukannya di sebuah sawah, di mana Kiai Karso Rejo sedang mencari rumput. Pertemuan ini berlangsung sederhana namun sarat makna. Sukarno memohon doa restu dari Kiai Karso Rejo untuk perjuangannya mengusir penjajah Belanda dari Indonesia. Dalam pertemuan itu, Kiai Karso Rejo tidak hanya memberikan doa, tetapi juga memberikan sehelai rumput grinting sebagai simbol keberuntungan dan kekuatan. Seolah doa tersebut menambah semangat perjuangan Sukarno, Indonesia akhirnya merdeka pada tahun 1945, beberapa tahun setelah pertemuan itu.


Tugu Waseso: Monumen Kenangan yang Sarat Makna

Untuk mengenang peristiwa penting tersebut, masyarakat Desa Soropaten kemudian membangun sebuah monumen yang disebut Tugu Waseso. 

Monumen ini dibangun pada tahun 1935, sekitar sembilan tahun setelah pertemuan antara Sukarno dan Kiai Karso Rejo. Tugu ini memiliki tinggi sekitar 12,5 meter dengan bentuk lingkaran dan didirikan di tepi sawah yang berdekatan dengan aliran sungai. Tugu ini secara simbolis dibangun di tempat di mana Sukarno meminta doa restu, menandai titik penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan.


Tugu Waseso sebagai Simbol Spiritual dan Wisata Budaya

Seiring berjalannya waktu, Tugu Waseso semakin mendapat perhatian, tidak hanya sebagai simbol sejarah lokal, tetapi juga sebagai tempat spiritual dan budaya. Setiap tahunnya, Desa Soropaten mengadakan kirab budaya yang melibatkan warga desa untuk menghormati leluhur dan sejarah desa. Selain itu, pagelaran wayang kulit yang sudah dimulai sejak masa Kiai Karso Rejo terus dilestarikan, menghadirkan nuansa tradisional yang mendalam bagi siapa saja yang ingin merasakan kebudayaan Jawa yang autentik.

Kini, Tugu Waseso menjadi salah satu destinasi wisata yang ramai dikunjungi, baik oleh warga lokal maupun wisatawan yang ingin mengenal lebih jauh tentang sejarah perjuangan kemerdekaan dan kekayaan spiritual Jawa. 

Warganet pun ikut berkontribusi dengan seringnya mengunggah foto-foto tugu ini ke media sosial, menjadikannya semakin populer di kalangan masyarakat yang lebih luas. 

Pemerintah desa bahkan telah berencana untuk mengembangkan kawasan ini sebagai salah satu potensi wisata sejarah dan spiritual, menawarkan pengalaman yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga bermakna secara budaya dan spiritual.


Warisan Berharga Yang Terlupa

Tugu Waseso bukan hanya sebuah monumen yang berdiri kokoh di tepi sawah, tetapi juga simbol dari kekuatan spiritual yang menyatu dengan perjuangan fisik dan politik dalam meraih kemerdekaan. Pertemuan antara Sukarno dan Kiai Karso Rejo, yang terekam dalam sejarah desa ini, menjadi bukti nyata bahwa doa, restu, dan keyakinan spiritual memegang peranan penting dalam setiap perjuangan besar.

Dengan terus berdirinya Tugu Waseso, masyarakat Desa Soropaten tidak hanya merayakan masa lalu, tetapi juga menjaga warisan budaya dan spiritual yang tak ternilai. Kisah di balik tugu ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap langkah besar, ada kekuatan yang lebih besar—sebuah doa dan harapan yang melampaui batas ruang dan waktu. Warga Klaten boleh bangga memiliki Tugu Waseso, sebuah jejak sejarah yang terus menyala di tengah-tengah perjalanan bangsa.


Sumber: Apriadi Ujiarso
Penulis: Ardiyansyah H

Post a Comment for "Tugu Waseso: Jejak Spiritual di Balik Perjuangan Sukarno Menuju Kemerdekaan"