Pertanian Organik: Perlawanan terhadap Rezim Kapitalistik
Petani yang mandiri adalah petani yang menjalankan amanah Tuhan untuk menjaga alam. Kemandirian dalam mengelola tanah dan hasil panen adalah bentuk tanggung jawab spiritual, di mana petani tidak hanya berjuang untuk kesejahteraan mereka sendiri, tetapi juga untuk menjaga bumi yang telah dianugerahkan oleh Tuhan
Garistebal.com- Di tengah dominasi kapitalisme yang semakin kuat dalam berbagai sektor, termasuk pertanian, muncul gerakan perlawanan yang menawarkan alternatif lebih berkelanjutan dan adil. Pertanian organik, yang menolak penggunaan bahan kimia berbahaya dan memfokuskan pada kemandirian petani, menjadi simbol perlawanan terhadap sistem pertanian kapitalistik.
Pada acara SULUK SENIN PAHINGAN yang ke-31, yang diadakan pada 6 Oktober 2024 di Pondok Pesantren Al-Itqon, Semarang, tema ini diangkat untuk memperkuat semangat petani dalam memperjuangkan kemandirian dan keberlanjutan alam.
Krisis Kapitalisme dalam Pertanian
Sistem pertanian kapitalistik yang berorientasi pada keuntungan telah menciptakan ketergantungan yang besar terhadap perusahaan-perusahaan besar. Petani kecil seringkali dipaksa untuk mengikuti tuntutan pasar global yang didikte oleh korporasi, baik dalam hal benih, pupuk, maupun teknologi pertanian. Dalam sistem ini, petani kecil kehilangan kendali atas proses produksi dan hanya menjadi bagian dari rantai pasokan yang dikuasai oleh modal besar.
Penggunaan pupuk kimia, pestisida, dan teknologi canggih memaksa petani untuk mengeluarkan biaya besar yang sering kali tidak sebanding dengan hasil yang mereka dapatkan. Akibatnya, banyak petani kecil yang terjerat dalam lingkaran utang dan kehilangan kemandirian dalam mengelola lahan mereka. Ketergantungan ini tidak hanya menciptakan masalah ekonomi, tetapi juga merusak lingkungan. Penggunaan bahan kimia secara berlebihan menyebabkan degradasi tanah, pencemaran air, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Kemandirian Petani melalui Pertanian Organik
Pertanian organik menawarkan jalan keluar dari ketergantungan ini. Dengan kembali pada metode pertanian alami, petani dapat mengelola tanah mereka secara berkelanjutan tanpa harus tergantung pada pupuk dan pestisida kimia. Mereka menggunakan pupuk kompos, rotasi tanaman, dan teknik alami lainnya untuk menjaga kesuburan tanah dan menghasilkan produk yang lebih sehat. Hal ini tidak hanya meningkatkan kualitas hasil pertanian, tetapi juga mengurangi biaya produksi, memungkinkan petani untuk meraih keuntungan lebih besar dengan cara yang lebih adil.
Seperti dilakukan Pitoyo, Penggerak pertanian Organik asal getasan, Kopeng. Melalui pertanian organik, petani dapat melepaskan diri dari cengkeraman kapitalisme yang hanya mengejar keuntungan dan mengabaikan kesejahteraan petani serta kelestarian alam. Selain itu, penerapan sistem organik juga memungkinkan petani untuk lebih mandiri dalam mengelola hasil panen dan menentukan pasar yang sesuai dengan nilai-nilai mereka. Beberapa kelompok tani bahkan telah berhasil menjalin kerjasama dengan eksportir, membuka peluang bagi produk organik mereka untuk masuk pasar global tanpa harus tunduk pada sistem kapitalistik yang merugikan.
Gerakan ini juga mendukung keberlanjutan jangka panjang. Dengan menjaga keseimbangan alam, pertanian organik membantu memulihkan kerusakan yang telah ditimbulkan oleh pertanian industri. Tanah yang sehat akan terus memberikan hasil yang baik untuk generasi mendatang, memastikan kelangsungan hidup para petani dan komunitas mereka.
Pemberdayaan melalui Kolaborasi
Pertanian organik tidak hanya soal teknik bercocok tanam, tetapi juga tentang membangun kolaborasi antara petani, masyarakat, dan lembaga yang mendukung gerakan ini. Kolaborasi ini bertujuan untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan berkelanjutan. Infrastruktur pertanian yang mendukung, seperti pembangunan embung (waduk kecil) untuk irigasi, merupakan salah satu contoh nyata bagaimana kolaborasi antara pemerintah, lembaga non-profit, dan petani dapat membantu memperkuat kemandirian petani.
Menurut Pratomo, Direktur Yayasan Obor Tani, Embung-embung tersebut tidak hanya memberikan akses air yang lebih baik bagi petani, tetapi juga membantu mereka mengatasi tantangan iklim seperti musim kemarau yang panjang. Dengan akses air yang stabil, petani organik dapat mempertahankan produktivitas lahan mereka dan memastikan bahwa sistem pertanian organik tetap berkelanjutan, bahkan di tengah perubahan iklim yang semakin tidak menentu.
Melalui pelatihan dan pendampingan, banyak petani telah diajarkan untuk mengelola sumber daya alam dengan lebih baik. Mereka diajarkan cara memanfaatkan teknologi yang ramah lingkungan dan diberdayakan untuk menjaga keanekaragaman hayati. Pendidikan ini menjadi sangat penting dalam melawan sistem kapitalistik yang hanya berfokus pada produksi massal dan merusak keseimbangan alam.
Melestarikan Alam dan Budaya
Afif Djunaidi, pendiri Kangen Desa Jelajah Kampung, menyampaikan pandangannya tentang pentingnya menjaga kelestarian alam dalam konteks pertanian. Afif berbagi pengalaman dalam mengelola program “Jelajah Kampung” yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat desa di sekitar Gunung Merbabu. Melalui program ini, tempat yang dulunya sepi dan tidak produktif berhasil diubah menjadi destinasi wisata yang berbasis pada pelestarian alam, dikenal dengan nama "Merbabu View."
Bagi Afif, pertanian organik tidak hanya soal menciptakan produk yang sehat, tetapi juga soal menjaga warisan alam yang tak ternilai. Ia menekankan bahwa alam tidak boleh diberi harga, karena nilainya terlalu tinggi dan tidak dapat diciptakan kembali. Program ini juga mendorong penggunaan hasil pertanian organik dalam makanan sehari-hari, terutama untuk santri di pesantren. Afif percaya bahwa asupan yang sehat bagi generasi muda adalah bagian dari membentuk masa depan yang lebih baik, dan ini hanya dapat dicapai melalui pertanian yang berkelanjutan dan bebas dari bahan kimia berbahaya.
Selain itu, gerakan pertanian organik mengedepankan nilai-nilai lokal yang seringkali terpinggirkan oleh modernisasi dan globalisasi. Dengan menjaga tradisi pertanian organik, para petani tidak hanya menjaga kelestarian lingkungan, tetapi juga memastikan bahwa nilai-nilai budaya agraris yang diwariskan oleh nenek moyang mereka tetap hidup. Mereka menjadi penjaga alam dan budaya, yang keduanya sangat penting dalam membangun masyarakat yang berkelanjutan.
Kemandirian sebagai Ibadah
Di acara SULUK SENIN PAHINGAN, KH. Ubaidillah Shodaqoh menekankan bahwa pertanian organik bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga bagian dari ibadah. Menurutnya, petani yang mandiri adalah petani yang menjalankan amanah Tuhan untuk menjaga alam. Kemandirian dalam mengelola tanah dan hasil panen adalah bentuk tanggung jawab spiritual, di mana petani tidak hanya berjuang untuk kesejahteraan mereka sendiri, tetapi juga untuk menjaga bumi yang telah dianugerahkan oleh Tuhan.
KH. Ubaidillah menegaskan bahwa perjuangan melawan sistem kapitalistik yang merusak bukan hanya soal menolak ketidakadilan ekonomi, tetapi juga bagian dari upaya menjaga martabat manusia dan kelestarian alam. Beliau percaya bahwa gerakan pertanian organik adalah langkah konkret dalam menjalankan amanah ini, di mana petani dapat menjaga alam sekaligus meningkatkan kesejahteraan komunitas mereka.
Pandangan Karl Marx: Alienasi dan Eksploitasi dalam Kapitalisme Pertanian
Karl Marx memberikan kerangka pemikiran yang relevan untuk memahami dampak kapitalisme dalam pertanian. Menurut Marx, kapitalisme menciptakan alienasi antara pekerja (dalam hal ini petani) dan hasil kerjanya. Dalam sistem kapitalistik, petani tidak lagi memiliki kendali penuh atas tanah mereka sendiri atau hasil yang mereka produksi. Tanah yang dulunya merupakan sumber penghidupan langsung, kini diperlakukan sebagai alat produksi yang dikendalikan oleh modal besar.
Kapitalisme telah mengubah petani menjadi bagian dari mesin produksi global, di mana mereka hanya menjadi alat untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan besar. Mereka kehilangan hubungan mendalam dengan tanah yang mereka garap dan tidak memiliki kendali atas harga dan distribusi hasil tani mereka. Pertanian organik, sebagai bentuk perlawanan, menawarkan jalan untuk mengembalikan kendali tersebut kepada petani, memulihkan hubungan mereka dengan alam, dan menciptakan sistem yang lebih adil.
Marx percaya bahwa sistem kapitalistik selalu berusaha untuk mengeksploitasi pekerja demi keuntungan modal. Dalam konteks pertanian, hal ini terlihat jelas ketika petani dipaksa untuk bergantung pada input kimia dan teknologi yang dijual oleh perusahaan multinasional, sementara mereka kehilangan kemandirian dan akses langsung terhadap hasil kerja mereka sendiri. Pertanian organik, dengan kemandiriannya, adalah bentuk nyata perlawanan terhadap alienasi yang diciptakan oleh kapitalisme.
Pertanian organik bukan sekadar metode bercocok tanam yang ramah lingkungan, tetapi merupakan gerakan perlawanan terhadap kapitalisme yang mengeksploitasi petani dan merusak lingkungan. Dengan menekankan kemandirian, keberlanjutan, dan kolaborasi, pertanian organik menawarkan jalan keluar dari ketergantungan terhadap sistem kapitalistik yang merugikan petani kecil. Seperti yang ditekankan dalam acara SULUK SENIN PAHINGAN, gerakan ini juga mengandung dimensi spiritual, di mana petani menjalankan amanah Tuhan untuk menjaga alam.
Pandangan Karl Marx tentang alienasi dan eksploitasi dalam kapitalisme memberikan wawasan lebih dalam tentang bagaimana sistem kapitalistik menciptakan ketergantungan dan merusak hubungan manusia dengan alam. Melalui pertanian organik, petani dapat memulihkan kendali atas tanah dan produksi mereka, serta berjuang untuk sistem yang lebih adil dan berkelanjutan.
Sumber: Irsyadul Ibad, Moderator diskusi
Editor : Ardiyansyah Harjunantio
Post a Comment for " Pertanian Organik: Perlawanan terhadap Rezim Kapitalistik"