Pentas Teater Eska, Enigma Interval yang Ganjil: Catatan Mahmud Elqaadrie
sebuah pertunjukan yang penting untuk dicatat dari sebuah proses kerja keras teater saat ini. Alih-alih sebagai tolok ukur produktivitas dan solidititas manajemen project teater. yang tetap hidup dalam lingkungan dinding kampus. Proses kreatif ini setidaknya bisa menjadi cara memaknai sebuah kerja teater yang tidak hanya sekedar penyaluran ekspresi saja
Garistebal.com- Pada kontruksi kalimat yang yang dipilih dari sebuah judul pementasan Teater Eska" Enigma, Interval yang Ganjil" merupakan susunan dua kosabahasa yang hampir sama maknanya. yaitu antara makna tentang sandi rahasia yang sulit difahami dan istilah tanda” jarak” dalam nada yang lalu diasosiasikan sebagai ruang kosong yang berisi kerumitan dan keganjilan tertentu
Berangkat dari judul diatas, penonton lalu digiring kesuatu ruang imajinasi tanpa batas untuk menebak apa yang akan disuguhkan para aktifis teater kampus UIN Yogyakarta (ESKA). yang dalam produksi ke 36 kali ini menghadirkan konsep teater dalam kemasan absurditas dalam bingkai surealistik. mengambil latar nuansa era Milenial. budaya generasi Z. dangan model performa etalase dan percakapan ala gadged dunia medsos
Sebuah nomor pertunjukan “teater proses” yang tidak bertumpu pada naskah khusus, menjadi teks, ide, gagasan dengan pola interaktif bermain bersama. Meskipun sebagai teks narasi dialogis tetap memenuhi ruang permainan dalam kemanjaan bait-bait kalimat filosofis berupaya disisipkan dalil-dalil dialogis laiknya tanya jawab theologi yang simpang siur.
Absurditas dalam konteks teater kontemporer berawal dari sebuah pencarian dan tawaran teater alternatif yang menekankan pada konsep pertunjukan bebas. Konsep teater kontempoter yang tidak terikat pijakan dramaturgi konvensional ala Stanislavsky ataupun Boleslavsky yang tidak menjadikan teori baku dalam dunia dramaturgi. tapi lebih bagaimana mengemas karya pertunjukan itu bisa bebas memanjakan ide gagasan, dari kemauan sutradara maupun tim konseptual lainnya. terlepas apakah ia ingin meletakkan auden sebagai penerima pesan pertunjukan atau sekedar menawarkan beban uneg-uneg dibenak dari perangkat estetika yang difahami dalam ruang teater saat ini. Meskipun demikian tentu disadari bahwa teater bukanlah ruang privat dari sebuah kontruksi ruang dialogis bagi publik audenya.
Gaya dan pola seperti ini menjadi aliran baru dalam konteks teater kontemporer Indonesia yang marak dikembangkan pada era 90 an. Oleh berapa kelompok teater, sebut saja Teater Sae, Teater Kubur di Jakarta. Juga Veho Teater, Teater Garasi Yogyakarta dan sempat menjadi mainstream dibeberapa kota besar di indonesia.
Bagi sebuah perjalanan panjang tentang eksistensi teater, bagaimanapun pementasan teater ESKA “Enigma, Interval yang Ganjil” adalah sebuah pertunjukan yang penting untuk dicatat dari sebuah proses kerja keras teater saat ini. Alih-alih sebagai tolok ukur produktivitas dan solidititas manajemen project teater. yang tetap hidup dalam lingkungan dinding kampus. Proses kreatif ini setidaknya bisa menjadi cara memaknai sebuah kerja teater yang tidak hanya sekedar penyaluran ekspresi saja. Tapi menghidupkan cara berpikir kritis dalam pengelola daya estetisnya. Adalah sebuah jalan besar dari sebuah potensi untuk menawarkan karya seni yang profesional dan berkualitas, tidak sekedar amatir. Hal tersebut tentu akan menjadi keniscayaan yang serba mungkin.
Enigma, Interval yang Ganjil sebagai konsep teater kontemporer tetap menarik dari sisi sebuah visual yang dinamis. Meskipun dari sisi dramaturgi aktor tidak harus dituntut memahami intreprestasi karakter tokoh yang dimainkan, juga teks naskah yang tidak menjadi alur tunggal yang harus dikuasainya. Dari sini sutradara menempatkan ide gagasan dalam mengihtiarkan visual pada akting non verbal, unik dan ganjil. Dari semangat itu sehingga panggung dipenuhi gerak-gerak yang aneh.
Bertebaran benda-benda yang dianggap estetik, dari sebuah ranjang tempat tidur, tangga, dispenser, laptop, tabung gas dan peralatan vamiliar lainya. tampilan setting dan tata cahaya lampu-lampu yang didesain pola etalase. dengan musik yang dramatis, sehingga tontonan ini seakan asyik bermain dengan dirinya sendiri.
Apakah penonton bisa menikmati dan bertahan pada kursi duduk itu tak menjadi soal. karena teater adalah ruang tanpa batas dalam imajinisi. Dan “Enigma, Interval Yang Ganjil” dari awal narasinya ingin mendalilkan hal tersebut.
Pementasan Teater ESKA “Enigma. Interval yang Ganjil” kali ini disutradarai oleh Shohifur Ridho dengan ass.Sutradara Khulukul Karim .Pimpinan produksi : Destri Romiza.
Menampilkan pemain : Arya, Wasis, Khuluk, Rimbun, Rayyada, Aisha, Fadlia, Dzul, Wildan, Mimin, Penata Artistik: Wildan Mustofa. Penata Cahaya: Tedy Saputra. Penata suara : M Cahyo Setyoso. Manajer Panggung : M. Cahyo Setyoso Penata kostum: Wafiq Azizah, Fadila.
Multi Media: Alwin. Dokumentasi: Rayya. Desain : Azka dan Rizki Penata Rias :Aishah Zahra. Humas : Rimbun. Tiket: Elfira, Lil lin, Rara Konsumsi : Muna Ismed
Dipentaskan di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta Jam 19.00 WIB Gedung Concert Hall yang berkapasitas 700 kursi terlihat Full. dipenuhi penonton yang kebanyakan mahasisiswa UIN Yogyakarta dan masyarakat umum. Hal yang menarik bahwa teater sudah menjadi bagian tontonan masyarakat kampus yang memberi tawaran hiburan lain yang tidak sekedar menghibur tetapi ada nilai-nilai kreativitas dalam melihat cara pandang estetik sesuai perkembangan zamannya
Yogyakarta 5 Oktober 2024
Mahmud Elqadrie
Penulis
Post a Comment for " Pentas Teater Eska, Enigma Interval yang Ganjil: Catatan Mahmud Elqaadrie"