Independensi Hakim dan Kesejahteraan: Pilar Utama Demokrasi yang Terlupakan
“Independensi yudisial tidak hanya tentang kebebasan dari tekanan politik, tetapi juga berkaitan dengan adanya jaminan ekonomi yang memungkinkan hakim untuk menjalankan perannya tanpa khawatir tentang kesejahteraan mereka sendiri.” (Mahoney)
Garistebal.com- Lembaga yudikatif memainkan peran vital sebagai penyeimbang dalam sistem demokrasi, berdampingan dengan eksekutif dan legislatif. Keseimbangan ini tidak hanya diperlukan untuk mengontrol kekuasaan, tetapi juga untuk memastikan bahwa keadilan berjalan sebagaimana mestinya.
Namun, independensi lembaga kehakiman, yang seharusnya menjadi prioritas utama, sering kali terancam oleh masalah yang lebih mendasar: kesejahteraan hakim.
Peran Yudikatif yang penting dan tuntutan kesejahteraan
Dalam sistem trias politica, peran lembaga yudikatif tidak bisa dianggap enteng. Lembaga ini berfungsi sebagai pengawas bagi tindakan sewenang-wenang, baik dari negara maupun pihak lainnya. Oleh karena itu, memastikan bahwa hanya individu terbaik yang duduk di bangku kekuasaan yudikatif adalah sebuah keharusan. Kualifikasi ketat dan pendidikan hukum yang memadai adalah prasyarat. Namun, pendidikan saja tidak cukup; seorang hakim juga harus merasa aman secara finansial untuk menegakkan hukum dengan integritas.
Kita sedang menghadapi krisis di lembaga yudikatif. Para hakim yang tergabung dalam Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) baru-baru ini menggelar aksi cuti bersama sebagai bentuk protes atas stagnasi gaji dan tunjangan yang tidak naik selama 12 tahun terakhir. Mereka menuntut revisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 yang mengatur hak keuangan dan fasilitas hakim, termasuk tuntutan kenaikan tunjangan jabatan hingga 242 persen. Sebuah angka yang mencerminkan betapa jauhnya kesejahteraan mereka dari realitas biaya hidup yang terus meningkat.
Independensi Hakim dan Kondisi kerja
Independensi hakim tidak hanya soal menjaga jarak dari kekuasaan eksekutif atau politik, tetapi juga terkait erat dengan kesejahteraan pribadi. Hakim yang tidak dipusingkan oleh masalah ekonomi tentu akan lebih fokus pada tugas utamanya, yaitu menegakkan keadilan. Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Frans van Dijk, Frank van Tulder, dan Ymkje Lugten, ditemukan bahwa persepsi independensi hakim di negara-negara Eropa sangat dipengaruhi oleh kondisi kerja di lapangan. Sementara itu, P.G. Mahoney dalam tulisannya tentang sistem peradilan di Inggris abad ke-18 menunjukkan bahwa peningkatan gaji dan keamanan jabatan berbanding lurus dengan profesionalisme dan independensi hakim.
Kesejahteraan finansial adalah pondasi bagi kemandirian. Ketika seorang hakim merasa aman secara ekonomi, ia tidak akan tergoda untuk mencari pekerjaan sampingan yang bisa mengganggu fokusnya dalam menjalankan tugas. Oleh karena itu, kenaikan gaji dan tunjangan bagi hakim bukan hanya soal materi, tetapi juga soal menjaga integritas dan kualitas peradilan di Indonesia.
Tanggung Jawab Negara
Negara memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa hakim mendapatkan imbalan yang layak. Pengabaian terhadap kesejahteraan mereka sama saja dengan melemahkan sistem peradilan itu sendiri. Jika kesejahteraan tidak diperhatikan, bagaimana mungkin kita bisa mengharapkan keadilan yang tegak lurus di tengah-tengah masyarakat?
Menjadi hakim bukanlah tugas yang ringan. Mereka harus membuat keputusan-keputusan penting di tengah situasi yang sering kali sangat kompleks. Beban moral dan profesional yang berat ini harus diimbangi dengan jaminan kesejahteraan yang memadai. Jika tidak, yang dipertaruhkan bukan hanya kesejahteraan hakim itu sendiri, tetapi juga kualitas peradilan di negeri ini.
Tuntutan kenaikan gaji hakim di Indonesia menjadi sorotan penting yang patut diperhatikan dengan serius oleh negara, karena memiliki dampak besar pada berbagai aspek sistem peradilan. Kesejahteraan hakim berkaitan erat dengan independensi dan integritas mereka dalam menjalankan tugas. Gaji yang layak akan membantu hakim tetap fokus pada peran mereka sebagai penegak hukum, serta melindungi mereka dari berbagai bentuk tekanan eksternal. Dalam konteks ini, kesejahteraan yang memadai menjadi benteng pertama yang dapat mencegah penyalahgunaan wewenang dan menjaga integritas para hakim.
Selain itu, kesejahteraan hakim yang terjamin akan berdampak positif terhadap peningkatan kualitas pelayanan peradilan. Hakim yang bekerja dalam kondisi finansial yang baik akan lebih optimal dalam menjalankan tugas, yang pada gilirannya menciptakan proses peradilan yang lebih cepat dan efisien. Kondisi ini penting karena masyarakat sering kali menjadi korban dari lambannya proses peradilan, yang pada akhirnya dapat merusak kepercayaan mereka terhadap keadilan hukum di Indonesia.
Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan sangat bergantung pada kualitas hakim yang menjalankan tugas mereka. Jika para hakim merasa dihargai secara layak melalui penghasilan yang sesuai, maka mereka akan lebih termotivasi dalam menjalankan peran mereka dengan penuh tanggung jawab. Sebaliknya, jika kesejahteraan mereka tidak diperhatikan, hal ini dapat menimbulkan rasa frustrasi, yang pada akhirnya merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum secara keseluruhan.
Lebih lanjut, kompensasi yang sebanding dengan tanggung jawab profesi juga akan menarik talenta-talenta terbaik untuk memasuki dunia peradilan. Hal ini penting agar sistem hukum dijalankan oleh individu-individu yang berkompeten dan memiliki integritas tinggi. Negara memiliki peran penting dalam memastikan bahwa kualitas sumber daya manusia di sektor peradilan tetap terjaga dengan memberikan kompensasi yang layak.
Kenaikan gaji hakim juga harus dilihat dalam konteks yang lebih luas sebagai bagian dari reformasi peradilan. Peningkatan kesejahteraan hakim bukan hanya sekadar soal menambah jumlah gaji, tetapi juga merupakan refleksi dari keseriusan negara dalam memperbaiki kualitas sistem hukum secara menyeluruh. Jika negara serius melakukan reformasi peradilan, kesejahteraan hakim menjadi salah satu elemen penting yang harus diperhatikan.
Dengan begitu, tuntutan para hakim yang tergabung dalam Solidaritas Hakim Indonesia bukan hanya masalah finansial semata, tetapi juga merupakan langkah penting untuk menjaga kualitas peradilan di Indonesia. Hakim yang sejahtera adalah kunci untuk menjaga independensi dan integritas sistem hukum, sehingga keadilan yang adil dan merata dapat dinikmati oleh seluruh rakyat.
Tanggung Jawab Parpol
Partai Politik memiliki tanggung jawab besar dalam merespons krisis lembaga yudikatif, khususnya terkait kesejahteraan hakim ini. Langkah pertama yang mendesak adalah revisi undang-undang atau peraturan pemerintah yang mengatur gaji dan tunjangan hakim, seperti yang dituntut oleh Solidaritas Hakim Indonesia (SHI). Selain itu, proses politik harus didorong agar ada dialog antara pemerintah, parlemen, dan lembaga yudikatif untuk memastikan solusi berkelanjutan, termasuk reformasi menyeluruh dalam sistem peradilan. Kesejahteraan hakim harus diprioritaskan untuk menjaga independensi lembaga yudikatif dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
DPR RI juga perlu menjadikan isu ini sebagai agenda penting dalam sidang legislatif, memastikan bahwa dana publik dialokasikan secara tepat untuk mendukung kesejahteraan hakim.
Sebagai penutup, ada baiknya kita merenungkan kutipan dari Mahoney: “Independensi yudisial tidak hanya tentang kebebasan dari tekanan politik, tetapi juga berkaitan dengan adanya jaminan ekonomi yang memungkinkan hakim untuk menjalankan perannya tanpa khawatir tentang kesejahteraan mereka sendiri.”
Penulis : Denny Septiviant - Politisi PKB
Post a Comment for " Independensi Hakim dan Kesejahteraan: Pilar Utama Demokrasi yang Terlupakan"