Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Wawancara Eksklusif Dengan Kae-sang



Garistebal.com- Saya kaget mendapat undangan seorang teman untuk menemaninya shooting podcast. Apalagi temanya tentang Kaesang, Ketua Umum DPP PSI yang dikabarkan hilang.

Membayangkan bahwa tahun 96-98 banyak kawan-kawan saya yang hilang, langsung saya iyakan saja undangan ini.

Sampai di rumahnya yang merangkap studio, dia sudah menunggu. Ada juga seorang anak muda di sampingnya. Jujur saya belum pernah bertemu jadi nggak tahu dia siapa.

"Oke mas Edhie nanti kita saling bertanya saja. Oh iya kenalkan ini mas Kaesang yang akan menemani shoting hari ini," kata teman tadi.

Saya kaget. Benarkah ini Kaesang yang hilang itu? Kok mumpet di rumah kawan saya?

Shoting dimulai. Wawancara multi arah juga mengalir.

“Gimana rasanya sekarang setelah aman di rumah ini?" saya bertanya.

“Alhamdulillah. Saya plong sekarang. Lega," jawab Kaesang.

“Syukurlah. Ikut gembira. Karena kabarnya sampeyan itu hilang. Malah sampai ada yang melapor ke polisi. Laporan orang hilang," kata saya.

"Lha kalau mas Kaesang itu beneran hilang, yang dirugikan siapa?" kawan saya menyela.

"Ya jelas bangsa ini. Kemarin masyarakat Jawa Tengah sudah dirugikan karena mas Kaesang nggak bisa nyalon wagub. Padahal beliau ini kan visioner banget," saya menjelaskan.

“Namanya juga hidayah mas. Bukan kita yang menentukan," Kaesang angkat suara.

“Iya. Sampeyan merasa mendapat hidayah dari putusan MK?" saya bertanya.

"Putusan MK itu menurut saya sangat zalim. Dulu para founding father kita sejak usia belasan tahun sudah terlibat dalam pergerakan. Sekarang anak muda malah dibatasi," kata Kaesang.

"Sebenarnya kemana saja sampeyan mas sampai dicari banyak orang, terutama di media sosial," saya menanggapi.

"Oh saya sedang melakukan riset kecil-kecilan. Saya mempelajari fitur Stealth Mode di mobil ESEMKA yang memungkinkan mobil itu nggak kelihatan ketika diaktifkan. Nah riset ini saya cangkokkan ke manusia bisa berfungsi nggak," jawab Kaesang.

"Hasilnya?" saya penasaran.

"Awalnya memang masih meragukan karena ada pernyataan dari Sekjen Partai yang menyebut saya sudah kelihatan pada tanggal 28 Agustus. Kemudian ini saya sempurnakan lagi," katanya.

"Begini mas, kotak pandora itu terbuka ketika istri sampeyan pamer kemewahan di media sosial. Nah dari situ netizen kemudian menjadi detektif kolektif yang saling melengkapi puzzle yang berserak. Bisa cerita soal ini?" kawan saya pemilik podcast bertanya.

"Hmm. Barangkali karena istri saya begitu mendalami metode kesangsian ala Rene Descartes. Belakangan dia sangat senang baca Descartes, maka kemudian dia praktekkan," jawab Kaesang.

 "Maksudnya?" saya bertanya mengejar.

"Kalau Descartes kan Cogito Ergo Sum, saya berpikir maka saya ada. Nah istri saya lebih meng-Indonesia, saya pamer maka saya ada. Itu juga yang menginspirasi saya riset fiur Stealth Mode pada manusia. Saya menghilang maka saya ada," jawab Kaesang.

"Kenapa harus dilakukan?" tanya saya.

"Saya nggak mau dianggap tak berbuat apapun dan hanya mengandalkan nama bapak. Bagaimanapun saya harus jadi diri saya sendiri," jawabnya.

“Setelah diadili netizen, kenapa nggak ngaku salah dan minta maaf?" saya penasaran.

"Kenapa harus mengaku salah? Saya tak pernah minta dilahirkan sebagai anak Pak Mulyono yang tukang kayu. Saya juga tak pernah minta bapak saya mengajari bagaimana menjadi tukang yang laku. Kenapa mereka zalim dan menganggap saya salah?" Kaesang meninggi suaranya.

"Bukankah istri sampeyan pamer kemewahan saat anak-anak muda memperjuangkan tegaknya demokrasi, sampai ditembaki gas air mata. Belum lagi orang-orang yang makin miskin," kawan saya menyela.

"Apa salahnya istri saya pamer. Kami tak setiap hari bisa makan pecel lele. Sekali makan diunggah di medsos jadi gunjingan. Kemudian soal kemiskinan, apa hubungannya dengan bapak saya? Harga sekarang naik semua, masak ongkos harian tukang kayu nggak boleh naik?" jawab Kaesang makin emosi.

"Sebentar. Yg soal private jet, itu bukannya nggak mungkin sampeyan dapatkan jika bukan karena bapak sampeyan? Belum lagi berbagai kebijakan pemerintah kan bapak sampeyan yang memutuskan," kawan saya mencoba menurunkan tensi.

"Jet apa. Saya nggak pernah tahu soal jet-jet tai ngasu itu. Lagian mana ada tukang kayu ndesa kayak bapak saya bikin kebijakan. Sampeyan ngawur," jawab Kaesang.

Saya mulai merasa ada yang tak beres. 

“Loh? Sebetulnya sampeyan siapa sih?” tanya saya.

“Saya yang mestinya nanya, sampeyan siapa?” jawabnya ketus.

“Nggak usah marah-marah gitu dong. Saya kan cuma nanya.”

“Kalian ini ngaku konten kreator, ngaku wartawan, tapi cuma ngambil keuntungan dari saya. Besar-besarin isu saya. Istri saya cuma mengunggah pecel lele, kami foto berdua healing ke Jurang Jero di kaki Merapi sudah langsung dibully. Sampeyan semua itu kopet," Kaesang sangat emosi.

"Inikah anak presiden Jokowi? Emosional dan ngomongnya jorok?" tanya teman saya.

“Siapa yang anak Presiden Jokowi? Saya ini anaknya Pak Mulyono, tukang kayu terkenal di Karanganten. Ngawur saja. Orang-orang manggil saya Kae Sang Tukang Batu. Trus disingkat Kaesang, ya saya manut wong enak kok di kuping," Kaesang mulai lunak.

“Lho sampeyan bukan Kaesang yang anak Presiden Jokowi?"

“Makanya jangan sok tahu. Saya ladeni tadi karena penasaran sampeyan ini siapa," jawabnya.

"Serius sampeyan bukan mas Kaesang ketua umum DPP PSI?" kawan saya menegaskan.

“Mau iya atau bukan, kan bisa dilihat dari tampilan. Kalau iya sampeyan mau apa?"

“Jadi sampeyan siapa?"

“Bego. Saya ini anak ragil Pak Mulyono. Saya memang miskin, tapi jangan dihina dengan menganggap saya anak presiden yang bisa naik jet. Lihat saja belum pernah kok. Satu-satunya kendaraan saya itu Honda Grand tahun 2004, itupun kredit," Kaesang menjelaskan.

 Kawan saya memberi aba-aba mematikan kamera. Entahlah podcast itu akan ditayangkan kapan. Tapi kayaknya nggak bakalan ditayangkan karena kami berdua terlihat tolol dan sok tahu. 


Penulis: Edhi Prayitno Ige, Jurnalis


Post a Comment for " Wawancara Eksklusif Dengan Kae-sang"