Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

"The Two Popes" dalam Bayang-Bayang Krisis Kepemimpinan Indonesia



Garistebal.com- "The Two Popes" adalah sebuah film yang menyajikan pertemuan imajinatif antara dua tokoh penting dalam sejarah Gereja Katolik modern: Paus Benediktus XVI (diperankan Anthony Hopkins) yang konservatif dan Kardinal Jorge Mario Bergoglio (diperankan Jonathan Pryce), yang kemudian menjadi Paus Fransiskus, sosok yang lebih progresif.

Film ini dimulai dengan perbedaan tajam antara keduanya, baik dalam pandangan teologis maupun gaya hidup. Paus Benediktus, dengan latar belakang akademis dan teologinya yang kuat, lebih memilih pendekatan tradisional, sementara Bergoglio tampil sebagai pembawa angin segar, dengan keprihatinan mendalam terhadap isu-isu sosial dan keinginan untuk merombak Gereja agar lebih inklusif.

Sepanjang film, dialog antara dua tokoh ini berkembang dari ketidaksetujuan hingga menjadi pemahaman yang mendalam satu sama lain. Ketika mereka berbicara tentang iman, keraguan, dan harapan, penonton disuguhkan potret yang lebih luas tentang kemanusiaan. Melalui percakapan mereka, kita diajak untuk merenungkan tentang dosa, pengampunan, dan peran institusi keagamaan dalam dunia modern yang penuh pergolakan.


Kesederhanaan sebagai Jawaban atas Krisis

Di tengah krisis kepemimpinan yang sedang dihadapi Indonesia, "The Two Popes" memberikan contoh tentang bagaimana dua pemimpin dengan pandangan yang berbeda dapat bertemu dalam sebuah percakapan yang jujur dan terbuka. Indonesia, dengan kondisi sosial-politik yang semakin rumit dan pemimpin yang sering kali terjebak dalam retorika tanpa substansi, bisa mengambil pelajaran dari kesederhanaan dan ketulusan yang ditampilkan oleh Paus Fransiskus. Kepemimpinannya yang merakyat dan kebiasaannya hidup sederhana menjadi antitesis dari gaya hidup mewah pada kebanyakan pemimpin saat ini. Sepertinya beliau ingin menampilkan Ajaran Sosial Gereja dengan praktik, tidak melalui khotbah di mimbar-mimbar.   

Paus Fransiskus, yang terkenal dengan tindakan-tindakan simbolisnya, saat ini sedang berkunjung ke Indonesia. Beliau sepertinya ingin mengajarkan kesederhanaan kepada kita semua, terutama pemimpin politik dan pemimpin keagamaan tentang apa yang harus dilakukan Pemimpin. Pilihan beliau seperti tinggal di kedutaan Besar Vatican selama di Indonesia, menggunakan kendaraan Toyota Inova dan duduk di samping driver, serta menggunakan jam tangan casio seri MQ24-7B2 (di-googling sendiri harganya ya), mengingatkan kita pada pentingnya ketulusan, kesederhanan dan empati dalam kepemimpinan. Dalam konteks Indonesia, di mana ketidakpercayaan publik terhadap institusi politik semakin tinggi, contoh kesederhanaan dan kedekatan dengan rakyat seperti ini bisa menjadi inspirasi yang sangat dibutuhkan.


Oligarki Politik dan Tantangan Demokrasi

Film ini juga menggugah kita untuk merenungkan dinamika kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu seharusnya digunakan. Di Indonesia, sistem politik yang cenderung oligarkis dan anti-demokrasi telah mengikis kepercayaan publik terhadap proses elektoral dan institusi-institusi demokrasi. Ketika para pemimpin lebih sering mementingkan kekuasaan daripada pelayanan kepada rakyat, nilai-nilai demokrasi yang sejati menjadi semakin sulit ditemukan.

Dalam film, kita melihat bagaimana dua pemimpin gereja ini bergulat dengan konsep kekuasaan—bukan sebagai alat untuk mendominasi, melainkan sebagai tanggung jawab moral untuk melayani. Ini adalah pelajaran berharga bagi para politisi sepertti saya yang tampaknya sering kali lebih terfokus pada bagaimana mempertahankan kekuasaan daripada memenuhi kebutuhan rakyat. 


Sebuah Renungan untuk Kunjungan Paus

Di tengah kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia, film ini menjadi layak ditonton, karena relevan sebagai pengingat tentang pentingnya kejujuran, empati, dan kesederhanaan dalam kepemimpinan. Saat kita menyambut kedatangan Beliau, kita diingatkan bahwa perubahan yang sejati tidak datang dari retorika kosong atau kebijakan populis, melainkan dari komitmen untuk melayani dengan hati yang tulus dan dengan kesadaran bahwa kekuasaan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan. 

"The Two Popes" mengajak kita merenungkan kembali tentang apa artinya menjadi pemimpin di zaman yang penuh dengan tantangan ini. Dan mungkin, melalui refleksi ini, kita bisa mulai melihat ke arah masa depan yang lebih inklusif, adil, dan penuh harapan.


Penulis: Denny Septiviant, politisi



Post a Comment for ""The Two Popes" dalam Bayang-Bayang Krisis Kepemimpinan Indonesia"