Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Memahami Silogisme Budi Arie



Garistebal.com- Belakangan, Menkominfo Budi Arie panen hujatan. Ia dihujat di sana-sini karena membela Gibran Rakabuming Raka, Wapres terpilih yang menunggu dilantik, dan Kaesang Pangarep, ketua umum DPP PSI.

Saya kok merasa mereka yang menghujat dan mengecam sudah bertindak tidak Pancasilais. Bayangkan saja, ia dituduh penjilat, tukang cebok. 

Padahal dari hatinya ia hanya ingin sharing isi kepalanya yang ia anggap benar.

Sebagai Menkominfo ia tahu kalau kemerdekaan menyampaikan pendapat itu dijamin UU, makanya ia berani berpendapat. Apa salahnya coba?

Wong jelas ada yang hendak menghambat pembangunan, menolak pemindahan ibu kota, menafikan kekuasaan Presiden untuk membangun tatanan baru demokrasi saja, mereka semua dibiarkan kok.

Sementara pak Menkominfo hanya sedikit ingin berbagi pendapat saja langsung dihujat. Bukankah ada pepatah sharing is caring?

Sebelum pilpres, Budi Arie yang ketua Projo itu pernah menyampaikan bahwa Prabowo-Gibran harus menang. Makanya dibentuk koalisi gemoy. Sebab kalau sampai kalah sungguh bahaya. Penjara menanti pak Jokowi dan semua pemimpin parpol.

Ini jelas sangat bahaya. Bagaimana mungkin Indonesia yang negara besar ternyata belakangan diketahui dikelola oleh para bandit? Jelas nggak masuk akal to? 

Dari portofolionya, kita bisa melihat bahwa Budi Arie ini memiliki kemampuan berpikir melampaui zamannya. Ia bisa mengkritisi segala aspek kehidupan masyarakat, mulai dari politik, sosial budaya, ekonomi, energi sampai geopolitik. Bayangkan saja, ketika dunia internasional ramai-ramai memboikot Israel, eh Budi Arie nggak mau ikut-ikutan, ia dengan bangga pamer foto dengan tentara Israel. Jelas banget ini misinya adalah perdamaian dunia.

Saya hanya ingin ngomong, mereka yang bukan bagian 58% warga Indonesia yang punya hak pilih, tak bakal mampu menandingi kebijaksanaan dan tingginya ilmu amaliah Budi Arie. 

Coba kita perhatikan, ketika Budi Arie menyebutkan bahwa Kaesang tak menerima gratifikasi layanan jet pribadi karena Erina Gudono sedang hamil. Apa tujuan sebenarnya?

Menkominfo Budi Arie ini sebenarnya tengah memperkenalkan kaidah silogisme baru. Ya, ia tengah mengintroduksi tata pemahaman logika yang baru. Rocky Gerung jelas bukan tandingannya.

Silogisme adalah produk pemikiran filsafat Yunani. Sebagai orang Indonesia, Budi Arie merasa perlu membuat silogisme untuk menandingi produk kuno itu.

Silogisme baru bikinan Budi Arie itu adalah seni berpikir dengan logika yang orang tak pernah berpikir sebelumnya karena memang tak pernah ada.

Silogisme umum biasanya begini,

Premis 1: Budi Arie adalah orang bijaksana.

Premis 2: Semua orang bijaksana layak menjadi menteri.

Kesimpulan: Menteri pasti bijaksana.

Nah, sekarang mari kita bedah silogisme baru Budi Arie. Jadinya begini.

Premis 1: Erina Gudono ibu hamil.

Premis 2: Naik jet pribadi dari teman karena hamil bukan gratifikasi.

Kesimpulan: Erina Gudono harus naik jet pribadi karena hamil.

Budi Arie ingin menyampaikan, bahwa kalau Erina Gudono hamil, mengapa naik jet pribadi karena difasilitasi pengusaha disebut gratifikasi? 

Silogisme biasa pasti menyebut bahwa logika ini salah. Bukankah di gerbong kereta api, di Bus Trans Semarang ada kursi prioritas untuk ibu hamil? Jelas banget kebijakan memberi kursi prioritas pada ibu hamil adalah produk silogisme kuno. 

Masak dosen filsafat sekelas Rocky Gerung tak mampu menangkap silogisme ini? 

Sekarang kita lihat contoh kedua.

Premis 1: Akun Kaskus Fufufafa bukan milik Gibran Rakabuming Raka.

Premis 2 : Kemenkominfo menyelidiki pemilik akun fufufafa.

Kesimpulan: Akun Kaskus Fufufafa bukan milik Gibran karena Kemenkominfo masih menyelidiki.

Dari contoh di atas, Budi Arie ingin menunjukkan bahwa kita tak boleh grusa-grusu cepat-cepat menyimpulkan sesuatu karena masih diselidiki. Boleh menyimpulkan jika itu menyangkut Gibran, Kaesang, Bobby, Kahiyang. Dan kesimpulannya bernilai tetap, tidak terlibat hal-hal buruk karena mereka keluarga Jokowi.

Budi Arie sangat sadar bahwa Presiden adalah lembaga. Adalah fungsi, jadi tidak mungkin punya anak. Tidak mungkin melindungi anak Jokowi. Yang bisa melindungi Gibran bersaudara ini ya Jokowi sebagai ayah. Jika kemudian menggunakan kekuasaan presiden untuk melindungi, itu menjadi tema diskusi berbeda.

Sadar kan? Rupanya mereka yang kuliah jauh-jauh ke luar negeri harus mulai membuka mata bahwa ada tata logika baru yang bisa jadi panduan menyusun skripsi, thesis, hingga disertasi.

Atau Menkominfo Budi Arie perlu membuka kelas online workshop logika? Jadi dosen terbang di seluruh perguruan tinggi dunia?

Sekarang kita mulai paham, Budi Arie bukanlah penjilat. Penjilat itu adalah orang yang sadar harus selalu berbaik-baik di depan atasan dan keluarganya. Namun jika ia tetap baik ketika tak ada atasannya, dalam hal ini presiden dan keluarganya, jelas ia bukan penjilat. Ia adalah pembela garis keras. Die hard.

Jadi ketika Budi Arie menyebutkan bahwa Gibran tidak bisa disebut sebagai bukti Jokowi membangun dinasti, saya memahami benar. Karena Jokowi membangun negeri. Hidupnya 24 jam untuk memikirkan rakyat.

Maka jika pemerintahan Prabowo nanti mau mengadopsi gaya berpikir atau tata logika Budi Arie, saya menyarankan agar masuk dalam kurikulum Play Grup sampai perguruan tinggi. Atau jika nanti Budi Arie tak lagi jadi menteri, bisa membuka workshop dengan investasi Rp 2,5 juta per orang. Saya yakin akan diminati.

Sekarang saatnya kita berpikir waras seperti Budi Arie. Kalau nggak sekarang, kapan lagi? 


Post a Comment for "Memahami Silogisme Budi Arie"