Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Lesah, Nenek Moyang Aneka Soto?



Garistebal.com- Ini adalah nama kuliner khas Magelang. Cara membaca Lesah, adalah dengan lafal huruf e dibaca seperti dalam kata kental. 

Nah, seorang ahli sejarah yang juga pensiunan dokter di Amerika Serikat, Anthony Hocktong Tjio untuk memahami Lesah ini, perlu menelusuri riwayat kebudayaan dari pembentukan bangsa Indonesia.

"Jika dirunut sampai jauh, asal-usulnya sampai India. Tepatnya Tamil Nadu di India Selatan," kata Pak Hocktong Tjio.

Menurutnya banyak pengaruh kebudayaan Hindu di Nusantara ketika terjadi migrasi besar-besaran dari India. 

Kemudian ada juga Ahli genetika dari Biomolekular Eijkman Institut, Herawati Sudoyo, yang menyampaikan bahwa secara genetis migrasi awal bisa jadi jauh lebih lama daripada masa Hindu pada akhir era sebelum Masehi tersebut. 

Kesimpulan Herawati ditulis dalam sebuah makalah bertajuk Asal Usul Genetika Nenek Moyang Bangsa Indonesia.

Migrasi awal itu terjadi sekitar 2200 tahun lalu, saat masa Kerajaan Hindhu Kalinga India Selatan. Migrasi besar-besaran ke Nusantara terjadi akibat perang dengan Kerajaan Maurya, dengan Maharaja Ashoka yang menganut Buddhisme sebagai Rajanya. 

Ada tiga golongan utama mencapai Nusantara. Pertama, kaum ksatria (militer) yang mengolonisasi dan mendirikan kerajaan-kerajaan Dravidian, seperti Kerajaan Funan di Kamboja dan Kerajaan Kalinga di Sumatera dan Jawa. Kemudian golongan kedua, waisya (pedagang) yang menemukan bahan mineral dan metal mulia di Nusantara sehingga menamakannya swarnabumi dan swarnadwipa (bumi dan pulau emas). 

Golongan kedua ini juga mendatangkan rempah-rempah untuk bumbu dan bahan kari. Barangkali oleh rempah-rempah itu juga memiliki riwayat jika memang asal-usulnya dari Nusantara. Hipotesisnya, ada arus balik rempah-rempah yang bentuknya adalah pemanfaatan atau produk ramuan. 

Kembali ke kuliner lagi. Kari yang semula hanya untuk konsumsi orang sebangsanya dari India Selatan itu, kemudian tersebar dan memengaruhi kuliner Nusantara sampai sekarang.

Golongan ketiga adalah golongan brahmana (pendeta). Mereka datang dengan misi penyebaran Hinduisme yang membawa kebudayaan dan ritual upacara. Mereka mendirikan candi-candi, memperkenalkan sastra klasik dengan bahasa Sanskerta.

Bahasa sansekerta memiliki banyak lema. Kemudian menjadi dasar pembentukan bahasa Melayu yang kelak menjadi bahas Indonesia. 

Bahasa itu juga dipakai untuk penamaan orang-orang Thailand, Kamboja, dan Jawa, nama tempat dan daerah hingga sekarang. Bahkan, boleh dikatakan hampir semua nenek moyang bangsa Indonesia sekarang berasal dari Tamil India dengan adat istiadat, nama, bahasa, maupun segala kebiasaan makanan. 

Herawati juga menulis bahwa mereka juga membawa bumbu rempah-rempah, termasuk untuk soto. Soto adalah masakan dasar semacam sup kari ringan. Ini masakan khas yang meluas di Madurai, daerah di pertengahan wilayah Tamil Nadu. 

Ada juga yang menyebut bahwa sup kari ringan umumnya berasal dari daerah Nellai di Tirunelveli, sekitar 162 kilometer selatan Madurai, dekat Samudra Hindia di seberang Sri Lanka. 

Di sana nama sup kari ringan sebagai Sothi. Sothi asli dari Madurai tidak menggunakan daging sapi karena pengaruh Hindu.

Namun di luar urusan sapi ini, memiliki kemiripan. Adaptasi yang dilakukan, isian Sothi diganti dengan bahan lain yang khas setempat tetapi masih segaris dalam alur bentuk dan rasanya. 

Magelang menjadi salah satu daerah persinggahan dalam jalur migrasi penduduk dari India ke Nusantara. Dalam buku "Hindu-Javaansche Geschiedenis" karangan Krom, N.J. yang terbit pada 1931, tentang Prasasti Tukmas disebutkan adanya pengaruh budaya Hindu India di sekitar Magelang. 

Magelang sebagai titik singgah mempunyai beragam peninggalan budaya, baik bersifat bendawi seperti candi-candi maupun tak bendawi, termasuk aneka resep kuliner. 

Paling jelas adalah sup Sothi dari Tamil India Selatan dan Sri Lanka. Sothi kemudian beradaptasi sesuai alam Nusantara, jadilah ia makanan yang disebut Soto.

Dari ragam referensi sejarah tersebut, sangat mudah dipahami bahwa lesah yang populer di Magelang itu adalah salah satu jenis soto varian awal. Lahir dan berkembang pada masa awal migrasi dan pengaruh kebudayaan Hindu. 

Sebenarnya, Lesah adalah kosakata bahasa Jawa Magelangan untuk menggambarkan kondisi orang dalam keadaan lelah dan loyo. Ia kemudian duduk santai sejenak supaya tubuh menjadi lebih baik dan segar. 

Lesah bisa bertugas menjadi makanan pembuka sebelum menikmati makanan  berat. Namun memiliki fleksibilitas jika ditambah nasi akan berubah menjadi santapan mandiri yang mengenyangkan sesuai porsi. 

Lesah memiliki kuah santan yang pekat namun encer dengan intervensi bumbu kuning semacam kari atau soto. Rasa  rempah-rempah "nggedibel" di lidah dan sangat cepat berganti manis. Inilah ciri masakan masyarakat Magelang.

Tapi jangan keburu kaget karena rasa manis yang meledak di mulut itu juga cepat hilang dan berganti gurih dan umami. Umami adalah sebutan bagi rasa dasar selain rasa manis, asam, pahit, dan asin. Ini adalah rasa dasar dengan kompleksitas tinggi sehingga sulit dikategorikan dalam salah satu rasa dasar.

Nah, rasa masakan Lesah ini tidak bisa ditemukan di masakan daerah lain. Rasa manis dihasilkan dari gula kelapa bukan gula tebu atau perisa. 

Kembali ke soal soto, banyak yang meyakini bahwa Lesah adalah soto generasi awal. Kemudian berkembang dan soto memiliki beragam varian, sesuai daerah masing-masing. 

Yang sudah dikenal adalah soto Kudus, soto Semarang, soto Wonogiri, soto Madura, dan soto Padang. Semua soto itu memiliki irisan sejarah dengan lesah.

Memang ada yang meyakini bahwa soto adalah akulturasi budaya China, terutama etnis pesisir negeri itu yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru. 

Denys Lombard dalam buku "Nusa Jawa: Silang Budaya" menuliskan bahwa soto berasal dari China yang dikenal dengan sebutan caudo atau jau to. Sebuah diisi dalam dialek Hokkian yang berarti rerumputan jeroan atau jeroan berempah. 

Masa akulturasi awal budaya China ini terlacak dalam ekspedisi Laksamana Cheng Ho yang meninggalkan banyak jejak di berbagai penjuru Nusantara. Cheng Ho atau Zheng He, pelaut dan penjelajah Tiongkok yang ke Nusantara antara 1405 hingga 1433. 

Lalu benarkah Lesah adalah nenek moyang Soto yang ngetop di berbagai daerah? 

Rasanya tak perlu berdebat. Yakini saja apa yang diyakini dan yang paling penting serta utama, nikmati saja Lesah maupun Soto di sekitar rumah sampeyan. Rasanya itu lebih damai. 


Penulis: Edhie Prayitno, Kulinerer

Post a Comment for "Lesah, Nenek Moyang Aneka Soto?"