Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Berdiri di Dua Kaki Boleh, Bukan Aib



Garistebal.com- Filosofi Berdiri di Dua Kaki , saat ini lazim dilakukan terutama di ranah politik. Kalimat yang bernada oportunis, mencari kesempatan atau sering orang menyebut standar ganda.

Didalam pencalonan Gubernur atau Walikota dalam Pilkada 27 Nopember nanti misal, sikap standar ganda atau berdiri di dua kaki, saya kira lumrah dilakukan partai politik. Karena pilihan partai politik kepada kandidatnya, peluangnya belum tentu 100 persen dikabulkan oleh rakyat sebagai pemilik suara. Tim kampanye, harus meyakinkan pilihan rakyat kepada mereka sebaik mungkin, agar mendapatkan kepercayaan sehingga mau membubuhkan suara kepada kandidatnya, meski itu tidak gampang.

Berdiri di dua kaki, adalah peluang bagi partai politik mendapatkan kesempatan yang sama meski kandidatnya menang atau kalah. di politik Indonesia, nyata bahwa tidak ada oposisi yang kaku. Mereka selalu lentur, terkait bagi-bagi kekuasaan atau pemerataan ATM partai.

Apalagi saat ini, begitu telanjang sejumlah aktor politik melakukan praktik praktik tak lazim dalam etika politik. Semua saat ini mengalami permakluman. Maklum karena berkuasa, bisa mengatur syarat presiden di MK, karna punya kuasa mampu mengatur anak-anaknya menduduki jabatan pimpinan daerah. Karena punya kuasa mampu membegal partai. Sesuatu yang tak lazim yang dulu ewuh dilakukan, sekarang boleh, silahkan. Tanpa ada koreksi dan kritik dari partai politik. Ya Karna masing-masing memahami kredo yang sama, politik itu kesempatan dan peluang.

Hanya kadang kita, awam kadang memandang partai politik itu idiologis. A ya A, bukan B dan C apalagi D. tapi realitas politik tidaklah bisa begitu. 

Di sudut pandang lain, dalam teori Marxisme, Mao Zedong menerapkan Teori politik yang mengacu pada konsep "berdiri di atas dua kaki" untuk menggambarkan strategi pembangunan Tiongkok, yakni keseimbangan  antara industri dan pertanian sebagai pilar utama ekonomi Tiongkok. 

Istilah Berdiri di dua kaki ini pertama kali muncul pada 1958 dalam konteks "Revolusi Industri Besar-Besaran" (atau Great Leap Forward), di mana Mao menekankan bahwa untuk mencapai kemandirian dan kekuatan nasional, Tiongkok harus fokus pada dua sektor ekonomi ini secara seimbang, seperti berdiri di atas dua kaki yang kokoh. Ketergantungan eksklusif pada satu sektor ekonomi saja akan membuat negara tidak stabil, seperti halnya seseorang yang hanya berdiri di atas satu kaki akan lebih mudah jatuh. 

Mao percaya bahwa pendekatan ganda ini akan memberikan stabilitas ekonomi yang lebih besar dibandingkan hanya mengandalkan satu sektor saja.

Jadi sah saja, jika anda memahami teori Mao dalam konteks politik opurtunis di Indonesia. Jika Partai Anda ingin kokoh yang rangkul semua kandindat dan yakinkan mereka satu visi dengan kepentingan yang diperjuangkan. Bukan memandang lagi sesuatu secara parsial tetapi lebih kepada kepentingan yang lebih besar. Yakinlah untuk sukses bersama komoditas partai politik anda.

Penulis: Ardiyansyah, Mantan Peternak hewan berkaki empat


Post a Comment for "Berdiri di Dua Kaki Boleh, Bukan Aib"