Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tradisi Nyadran Kali di Dusun Semanding, Nguri-uri Adat Tradisi Agar Tidak Punah



 Semanding adalah nama sebuah dusun, di desa Kedungboto, Kecamatan Limbangan, kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Jika kita merunut google, nama Semanding ternyata populer di Tuban, Ponorogo, Kebumen. Mereka memiliki nama desa yang sama.

Semanding, khusus untuk dusun di Kendal, dari kata jawa nyanding, yang memiliki arti sejajar atau bersanding. Dari floklor yang berkembang, diceritakan sepasang sahabat prajurit Diponegoro dalam sebuah perjalanan menjalankan misi perang, berkomitmen, jika mati ingin dimakamkan bersanding di tempat istirahat mereka saat itu. Dan benarlah, mereka akhirnya meninggal tak terlampau waktu, dimakamkan bersama bersanding-sejajar di makam desa setempat. Hingga lahirlah nama dusun Semanding.


Menuju Semanding, Dusun Terpencil

Sore itu Kamis(1/8), saya bersama Tomi (videografer), pak Agus Budi (fotografer) Widyo Leksono (seniman), Agung Ompong, Dodok dan Mika (aktivis) berangkat bersama ke dusun Semanding. Memenuhi Undangan terbuka Nyadran Kali. Acara tradisi yang unik tidak banyak desa memiliki. Dusun Semanding, ini terletak di perbatasan Kabupaten Kendal Dan Temanggung. Dusun yang berpenduduk 407 jiwa tersebut, dikenal masih konsiten menjaga tradisi. Tercatat ada 17 ritual adat yang tiap setahun sekali digelar.

Menuju Dusun Semanding, seperti masuk ke dalam sebuah lorong gelap, yang panjang lama dan tak bertepi jika anda berjalan malam hari. Dari kota Semarang menuju Semanding ditempuh hampir 1 jam lebih, melewati hutan karet Perkebunan Biting, milik PT Jaya Agra Wattie Tbk (JAWA).

Perkebunan karet itu semula didirikan pada tahun 1921 sebagai Handel Maatschappij Alexander Wattie and Company Limited, sebuah perusahaan perkebunan karet dan kopi. Menjadi Jaya Agra Wattie pada tahun 1987 dan berkembang menjadi kelapa sawit dengan mengembangkan perkebunan di Kalimantan Selatan. Jaya Agra Wattie adalah anak perusahaan PT Sarana Agro Investama, yang berkantor pusat di Jakarta. Di Kendal ini PT Perkebunan Biting mengolah hasil dari perkebunan karet menjadi produk berupa ribbed smoked sheet (RSS). 

Menuju Semanding, anda disuguhkan jalan berkelak kelok, naik dan turun. Sesekali, anda harus bijak untuk mengalah, jika berpapasan dengan mobil didepan, karena sempitnya jalan aspal yang disediakan. Keluar hutan karet, dianggap sudah melewati separuh jalan untuk sampai ke Semanding. Eit.... jangan keburu lega, justru cobaan semakin meningkat. Anda akan disuguhkan jalan ekstrim dengan kelokan ci-luk-ba. Dibutuhkan skill tinggi dan kesabaran pengemudi, agar mobil yang anda kendarai tidak ngosek atau bablas kejebur jurang. 

Tanda memasuki dusun Semanding adalah jika anda bertemu sebuah jembatan panjang, rapi dan mulus dengan pagar besi bersemen. Ya, jembatan itu berada di atas sungai Putih, yakni sungai deras penuh bebatuan besar yang melintasi dusun Semanding. Jika dulu warga Semanding harus menerjang sungai berbatu untuk menuju kota. kini dengan renovasi jembatan lebih bagus, akses keluar masuk dusun lebih lancar. Bahkan, jalur Semanding kini menjadi alternatif jalan Kendal-Temanggung. 

Malam itu kami menginap di rumah Kadus Semanding,  Supiani (35 tahun). Rumah itu sengaja dijadikan shelter, sejumlah rombongan undangan yang tertarik mendukung kegiatan Nyadran Kali. Kebetulan suami bu kadus, Adam Rusiyanto (40 tahun) adalah orang yang tak asing dengan kegiatan kesenian. Beliau sempat malang melintang di dunia kesenian Semarang, aktif di Paramesti, hingga ke Solo menekuni seni gerak (tari) dan dekat dengan Slamet Gundono almarhum. "Mendiang Mas Slamet minta saya membuatkan kotak jenasah seukurannya,"ujar Adam mengenang Slamet Gundono. Tak lama berselang, Slamet Gundono meninggal, orang di lingkarannya terheran, tenyata kotak jenasah sudah siap dibuatkan Adam.


Nyadran Kali dan Kegembiraan Warga

Jumat pagi, aktivis lain mulai berdatangan. Slamet Priyatin (seniman Kendal), Any Faiqoh (Seniman Geguritan dan guru), Hening Budiyawati (Setara), pak Warsito dan Daniel Hakiki, Lembaga Strategi Gerak Pembangunan (LestraGP), selaku pengundang. Kedatangan aktivis lintas genre ini sebagai bentuk dukungan kepada dusun Semanding yang masih tetap bertahan melestarikan tradisi, meski jaman semakin menggerus.

Nyadran Kali dimulai dengan menempuh perjalanan 2 kilometer berjalan kaki dari dusun Semanding menuju lereng gunung Tejakaton, tempat sumber air berada. Sumber air itulah yang sampai saat ini memasok kebutuhan air bersih untuk seluruh warga dusun Semanding. Dibutuhkan pipa paralon sebanyak 1000 biji, disambungkan hingga ke bak penampungan dusun. Dari situ kemudian disalurkan ke rumah-rumah warga. 


Warga berjalan beriringan menyusuri sungai Putih, sungai purba yang masih orisinil belum ada pabrik atau industri apapun yang membuang limbah di bantaran sungai. Diiringi gegendingan jathilan, suaranya menambah suasana menjadi ritmik penuh magis. Perjalanan berlanjut dengan menyusuri lereng gunung Tejakaton, naik ke jalan setapak hingga berakhir di sumber mata air. Sesepuh desa membacakan doa selamat dan harapan. Nyadran diakhiri dengan pagelaran tarian Jathilan Sepuh. Tarian kuda lumping karya asli dusun Semanding hanya diiringi sejumlah alat musik gamelan yang terbatas. Pagelaran dilakukan di sekitar sumber air. 

"Ritual Nyadran Kali adalah wujud rasa syukur atas limpahan air bagi kehidupan warga, dari Gusti Allah kepada kami umat manusia,"ucap Adam.  Nyadran Kali digelar setiap tahun sekali, tiap bulan Sura pada Jumat Legi.

Acara berlanjut dengan gelaran Ambengan, atau makan bersama di Balai dusun. Makanan yang berasal dari warga dari tiap rumah, kemudian dikumpulkan bersama dan digelar di atas daun pisang, untuk dimakan bersama. Ritual Ambengan dimaknai sebagai wujud syukur warga usai melakukan nyadran kali

Kegembiraan bersama masih tetap berlanjut,  sore hari digelar pentas jathilan hingga malam. Grup kesenian tradisional Kuda Lumping milik warga Semanding ini bernama Turonggo Mudho. Grup ini memang sudah terkenal. Beberapa kali pentas melalangbuana ke berbagai daerah bahkan sampai ke ibukota Jakarta. Turonggo Mudho Semanding pernah dua kali tampil di TMII yaitu yang pertama dalam rangka kontes Jaran Kepang Nasional yang mewakili Kabupaten Kendal dengan mendapatkan predikat 5 besar dan yang kedua kali dalam rangka Pagelaran Agung Kraton Sedunia mewakili Pura Djojonagoro Sekatul.

"Harapan kita, kesenian-kesenian didaerah tetap lestari dan bergerak bersama, meski jaman berubah,"tegas Daniel Hakiki dari LestraGP. Untuk itu perlu upaya bersama, pemerintah daerah, desa dan dusun bersama warga menggiatkan potensi seni tradisi di daerah masing-masing, sehingga menjadi ciri kekayaan asli Indonesia, selain hasil alam dan pertanian, yakni kekayaan kebudayaan. Baik dalam bentuk seni tradisi atau ritual adat. 

Tim Liputan
Foto: Slamet Priyatin
Editor: Ardiyansyah 



Post a Comment for "Tradisi Nyadran Kali di Dusun Semanding, Nguri-uri Adat Tradisi Agar Tidak Punah"