Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mimbar Rakyat Ngruwat Negoro & Gerakan Pembangkangan Warga


 

 Malam itu di akhir pentas,  Rudi Murdock, vokalis merangkap gitaris grup Metal legenda Semarang Radical Corps berteriak,"Revolusi bisa dimulai dari Seniman...!". Sontak, puluhan penonton Mimbar Rakyat Ngruwat Negoro, yang digelar di pelataran depan Taman Budaya Raden Saleh-TBRS (25/8) berteriak yeayhhh...


 Garistebal.com- Revolusi Iran tahun 1979, ternyata buah dari gerakan seniman dan budayawan menumbangkan rejim monarkhi Syah Iran, Mohammad Reza Pahlavi.

Penyair seperti Ahmad Shamlou dan Forough Farrokhzad menggunakan puisi mereka untuk mengkritik rezim Shah dan menginspirasi rakyat untuk memberontak. Karya-karya mereka sering kali menyuarakan penderitaan rakyat dan ketidakadilan sosial yang terjadi di Iran. 

Begitu juga budayawan, Ali Shariati juga memiliki peran signifikan. Karyanya yang menggabungkan gagasan Islam dengan teori-teori sosialis menjadi inspirasi bagi banyak intelektual dan aktivis yang terlibat dalam revolusi. Di bidang Musik, musik tradisional yang populer di basis massa menjadi sarana bagi para seniman untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap pemerintah. 

Penyanyi seperti Marzieh dan Mohammad Reza Shajarian sering kali menyelipkan pesan-pesan politik dalam lagu-lagu mereka, yang kemudian menjadi simbol perlawanan. 

Seniman visual juga berkontribusi dengan menciptakan karya-karya yang menggambarkan kekejaman dan ketidakadilan rezim Shah. Misalnya, parodi dan karikatur politik yang disebarluaskan secara diam-diam untuk mengkritik pemerintah.

Tentu, sejumlah elemen perlawanan lain, mengerucut menjadi kekuatan besar, menggulingkan rejim Syah Iran. Peran Agama, krisis sosial dan perubahan sikap militer, mendukung gerakan revolusi Iran tahun 1979 lalu.

Saya tidak mencoba memperbandingkan kondisi kekinian Indonesia, dengan lahirnya Peringatan Darurat dengan gerakan revolusi Iran. Toh, kita juga punya pengalaman yang tak kalah hebat dari negara lain, yakni Reformasi 1998. 

Seorang Gunawan Muhammad (TEMPO) sempat menyentil kata revolusi saat pertemuan akademisi dan intelektual mendukung putusan MK, sepekan lalu. Tapi Ongkos yang dikeluarkan banyak Siapa yang menanggung,ujar GM.

Kemuakan rakyat sebagai akibat keputusan DPR RI yang akan menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi hampir mencapai puncaknya pada aksi bersama hari Kamis (22/8) itu. "Hampir dalam satu malam, konsolidasi sebuah gerakan begitu cepat, masif dan besar menurut saya itu kekuatan rakyat luar biasa, "tegas Yunanto Adhi (Yas) dalam orasinya. Ini berbeda dengan aksi reformasi 98 yang butuh waktu lama untuk membangun sebuah tujuan yang sama dan kekuatan bersama. 

Sebagian pengamat menilai, aksi 22 Agustus, terlalu cepat disimpulkan untuk mengarah ke revolusi. Barangkali karena emosi yang meledak,  sehingga sebuah gerakan kemarahan sipil bersama itu diidentifikasi sebagai revolusi.

Bivitri Susanti, ahli Hukum Tata Negara, lebih tepat menilai aksi rakyat kemarin sebagai sebuah  gerakan Pembangkangan Warga, atau Civil Disobedience.

Dalam civil disobedience, warga secara sadar dan sengaja membangkang terhadap hukum, tututan dan perintah tertentu dari pemerintah. Ini adalah bentuk perlawanan minimal, protes secara damai dan nir-kekerasan.

Gerakan Reformasi 1998, Aksi Kamisan didepan Istana Merdeka, Protes Petani Kendeng dengan menyemen kaki menentang pembangunan pabrik semen yang mereka yakini akan merusak lingkungan dan mata pencaharian mereka (2016) adalah bentuk Civil Disobedience yang terjadi di Indonesia. Gerakan itu seperti mengingatkan, menegur Rejim Jokowi dan elite politik "tidak main-main lagi".   

Kita Berharap, Aksi massa 22 Agustus lalu menjadi catatan merah  kepada politisi di Senayan dan rejim Jokowi untuk tidak membuat kerusakan konstitusi lebih jauh, dengan mempertontonkan orkestrasi  secara telanjang, menginjak-injak mekanisme normal bernegara yang nyaris tidak memiliki koreksi dari dalam sistem.

Sebab ternyata rakyat Indonesia tidak diam. Dalam bahasa Gunawan "Putu" Budi Susanto, jika kita tidak mampu untuk melawan, cukup mendoakan saja agar mereka Husnul Khotimah.

***

Puluhan seniman menggelar aksi bertajuk Mimbar Rakyat untuk menyuarakan aspirasi di pelataran Taman Budaya Raden Saleh Semarang-  (TBRS), Minggu (25/8/2024), malam.

Mereka menggelar kegiatan tepat di bawah patung Raden Saleh. Dalam kegiatan itu, disuguhkan serangkaian orasi budaya dari beberapa tokoh ataupun perwakilan komunitas di Semarang. Ada pula serangkaian aksi baca puisi dari beberapa pihak dan di tutup oleh rangkaian pertunjukan musik yang berisi unit-unit musik berpengaruh di Semarang antara lain dari Radical Corps, Ejakulator, Tridhatu, Octopuz Rock, Tsaqiva Kinasih, Figura Renata, dll.


Tim Liputan

Foto: Ilustrasi Leonardo AI

Post a Comment for "Mimbar Rakyat Ngruwat Negoro & Gerakan Pembangkangan Warga"