Mantu Presiden, Mendokumentasikan Aib Sendiri
Garistebal.com- Puluhan kontak WhatsApp di ponsel saya memasang status Garuda Biru dengan tulisan Peringatan Darurat. Ada yang berupa animasi komplit dengan musik horor, ada yang model capture foto saja.
Melihat pemilik nomernya, saya yakin mereka yang memasang status itu bukan kaum epigon. Kaum yang hanya ikut-ikutan tren saja.
Dari latar belakang pendidikan, pekerjaan, aktivitas, bahkan afiliasi politik, jika boleh menyimpulkan secara gegabah, saya simpulkan mereka adalah orang-orang profesional dan berintegritas.
Mengapa mereka memasang tanda Peringatan Darurat ini?
Semua berawal dari rasa cinta. Bagi pemasang status, itu adalah ekspresi rasa cinta kepada bangsa dan negaranya. Mereka tak ingin ada aib dalam hidup bernegara.
Lalu dari mana aib itu?
Ia berasal darimana saja. Tapi yang paling sering adalah ketidakmampuan kita untuk sabar, konsisten, dan istiqamah terhadap sebuah aturan yang disepakati. Aturan yang kemudian dikenal sebagai Undang-undang dan undang-undang dasar.
Baiknya kita ngobrol tentang aib itu sendiri. Untuk ketidaktaatan terhadap konstitusi biar dibahas para pakarnya saja.
Jadi begini, sesungguhnya aib itu lahir dan mengada untuk menjalani sebuah perjalanan. Perjalanan itu yang akan menuntun manusia menjalani hidup.
Aib memiliki ketetapan dari Gusti Allah. Dan itu adalah nasib aib. Ketentuan pertama adalah untuk dihindari, dan ketentuan kedua adalah untuk disembunyikan.
Menjalani hidup, manusia pasti akan beririsan dengan aib. Yang membedakan adalah sejauh mana ia mampu menghindari. Lalu jika tak mampu menghindari, ia akan menyembunyikan.
Mekanisme kerja dua ketetapan Gusti Allah ini akan mendapat dukungan dari semesta dengan dasar perilaku orang itu. Semesta akan secara ajaib otomatis menyembunyikan aib-aib yang tidak bisa dihindari.
Bagaimana jika aib-aib sudah disembunyikan semesta namun manusia tetap nekad memilih menekuni aib sebagai kebiasaan dan tak menganggap sebagai aib?
Jika aib itu sudah keterlaluan ia akan memunculkan diri. Apalagi jika aib itu sudah keterlaluan, masih pula didokumentasikan. Karenanya aib jenis ketiga ini bukan hanya akan muncul di kelak kemudian, tetapi juga akan menjadi azab dan kegemparan.
Kembali ke awal tulisan ini. Ketika Peringatan Darurat digaungkan, ada sekelompok orang yang tak peduli. Salah satunya adalah Erina Gudono, istri Kaesang Pangarep, mantu ragil Jokowi.
Saat di jalan-jalan mahasiswa, aliansi masyarakat sipil bahu membahu menyuarakan peringatan matinya demokrasi, ternyata sang mantu Presiden ini malah dengan sengaja mendokumentasikan perjalanan menggunakan pesawat non komersial di Amerika Serikat.
Bukan hanya mendokumentasikan, namun juga memamerkannya di media sosial. Dokumentasi itu barangkali dianggap wajar olehnya, hanya foto-foto menyantap roti seharga Rp 400 ribu, telur dadar seharga Rp 500 ribu.
Unggahan tersebut merupakan unggahan setelah ia diterima S2 Master of Science di Fakultas Social Policy and Practice (SP2) di University of Pennsylvania (UPenn). Erina Gudono memang sudah berada di Amerika Serikat untuk memulai orientasinya.
Ia juga mengunggah kesibukan dengan latar depan laptop terbuka yang menunjukkan makalah dengan judul Research of Social Justice. Tentu masih banyak unggahan lain yang menggambarkan kelasnya berbeda dengan level penganut sekte cicilan BRI.
Jelas apa yang dilakukan Erina Gudono ini tidak senafas dengan ketetapan aib yang pertama maupun kedua. Karena ketetapan pertama dan kedua membawa manusia yang ujung hidupnya menjadi bermartabat.
Juga bukan ketetapan kedua. Karena untuk mendapatkan hidayah aib type ini, harus memiliki kepekaan sosial dan punya rasa malu. Jadi jalan ninja kedua ini adalah tahap rasional, tahapan ketika aib cukup disembunyikan. Boleh menyandang aib sepanjang ia disembunyikan. Manusia adalah spesies paling rawan aib sekaligus paling pemalu di jagat ini. Itulah sebabnya ada barrier dari alam dengan dinding seperti kulit bakpia. Berlapis-lapis.
Dinding alam serupa kulit bakpia inilah pelindung orang-orang berderajat mulia.
Akurasinya sangat tinggi. Mereka yang berada dalam level ini orang lain hanya akan bicara tentang prestasi hidupnya. Kepada aibnya, orang tidak tega.
Kenapa? Karena aib itu, jikapun ada, pasti jumlahnya tak seberapa dalam kelas yang remeh.
Inilah alasan mengapa manusia "boleh" menyembunyikan aib. Karena itu hanyalah hal remeh yang tak melukai semesta. Aib yang sangat mudah orang memaafkan karena jumlahnya sangat kecil.
Namun jika aib itu tak pernah dianggap sebagai aib karenanya malah didokumentasikan dan dipamerkan tanpa ada pertimbangan bahwa itu bisa menyinggung orang lain, menyinggung semesta maka dinding yang berlapis-lapis itu akan tanggal. Aib itu akan tumpah.
Ini persis seperti bakpia. Ketika cara makannya dengan melepas lapisan demi lapisan kulitnya, maka isinya akan tumpah kemana-mana.
Aib itu kemudian bertualang. Ia serupa monster dalam fiksi gubahan Mary Shelley, yang berjudul Frankenstein atau The Modern Prometheus. Dalam novel makhluk tersebut tidak memiliki nama-sebagai sebuah simbol tidak memiliki orang tua dan kurangnya rasa kemanusiaan dari dirinya sendiri dan identitas.
Ia senantiasa menanyakan siapa bapaknya. Ia akan mencari sampai ketemu. Aib itu juga akan mencari siapa tuannya, siapa yang pernah memilikinya.
Dan semesta ikut bekerja. Pertemuan aib dengan tuannya selalu berada dalam ruang dan waktu yang tak tepat.
Tanda-tandanya adalah pertama, aib itu menemukan sang induk tepat ketika prestasinya sedang menjulang, ketika kepadanya seluruh keberuntungan seperti sedang ditumpahkan. Kedua: tepat ketika keadaan sedang sebaliknya, yakni ketika sang induk sedang di akhir masa kejayaan. Terjadi dengan membawa sifat kontradiktif.
Ada pula jenis aib yang kehilangan proteksi karena kadarnya melebihi batas. Maka bisa dibayangkan, jika ada aib yang sudah keterlaluan itu masih pula didokumentasikan. Ia akan segera menjadi tontonan umum dan tak ada perangkat apapun yang bisa mencegah publik untuk segera menggelar acara nonton bareng di mana-mana. Salah satunya adalah kebohongan pejabat yang dengan mudah dilihat dan dicari jejak digitalnya.
Tetapi inilah yang terjadi: pembuatan album aib itu, tampak makin meninggi dari hari ke hari. Makin banyak saja orang yang gatal merekam walau itu aib sendiri. Ada saja orang tampil mewah dengan percaya diri walau jelas-jelas hidupnya dibiayai oleh korupsi.
Lalu pamer kekayaan dan gaya hidup mantu Presiden itu masuk yang mana?
Entahlah, yang jelas perusahaan Kaesang yang jualan pisang goreng itu pernah menerima investasi trilyunan rupiah hanya untuk kemudian bangkrut.
Investasi dari mana? Ya tentu dari orang kaya yang sekarang ikut membangun IKN dan memiliki konsesi lahan ratusan ribu hektar dengan penguasaan lebih 100 tahun.
Wow....
Penulis: Edhie Prayitno Ige, Jurnalis
Post a Comment for " Mantu Presiden, Mendokumentasikan Aib Sendiri "