Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Film IT ENDS WITH US, Merajut Surga yang Hilang



 "Tujuan utama logika, mengembangkan pemikiran yang jernih. Menjadikan seseorang, untuk mampu membedakan kebenaran dan kepalsuan".

Cinta sering kali palsu. Tidak semua. Cinta sejati, pun bisa ditemukan di sekitar kita. Cinta sejati dapat di-tamsilkan dengan sekumpulan angsa. Sekumpulan Angsa Hitam yang berenang di Telaga. Maka, kita akan ber-konklusi,  di sana semua Angsa berwarna Hitam.

Lalu, seperti apa cinta palsu? Semua mata tertuju pada Telaga lainnya. Sekumpulan Angsa putih tengah berenang. Tapi, di sela-sela itu ada seekor Angsa berwarna Hitam. Tersembunyi, di balik kumpulan Angsa putih. Tak terlihat. Ketika kita mengatakan, semua Angsa berwarna putih. Itulah kepalsuan.

Menyaksikan film "It Ends With Us" (Akhir Di Antara Kita), yang dibintangi artis cantik Blake Lively (sebagai Lily Bloom), Justin Baldoni (Ryle Kincaid), Brandon Sklenar (Atlas Corrigan), saya teringat dengan filsuf dan penulis Perancis Antoine Arnauld (1612-1694). 

Dalam bukunya "The Art of Thinking", mengingatkan.  Setiap kita harus waspada terhadap kebenaran dan kepalsuan. Keduanya sering bercampur, dan samar. Selalulah jernih dan tidak mudah tergoda akan baiknya seseorang. Kebaikan dan kelembutan seseorang, acapkali palsu.

Cinta sejati, tak akan pernah 'melentikan' (menampar), pun dengan satu jari sekalipun. Untuk menyakiti kekasih, atau Isterinya. Bila itu terjadi, ada kepalsuan yang terselip di sana. Film "It Ends With Us", yang baru tayang perdana di Jakarta kemarin (16 Agustus 2024), bisa dikatakan meng-adaptasi karakter tersebut.

Berhati-hatilah dengan kebaikan dan keramahtamahan. Setiap kebaikan, itu punya alternatif tujuan. Terbagi dua: positif dan negatif. Saat Dokter ahli bedah saraf tampan Ryle Kincaid berterus terang  (outspoken) kepada Lily Bloom (Blake Lively). "Aku mencintaimu". Itu "pure", betul 'sang dokter' memang jatuh cinta.

Bercermin ke sekumpulan Angsa. Alam bawah sadar Lily Bloom tak menyadari  itu. Ketika Ryle Kincaid mendorong Lily Bloom, hingga menggelinding jatuh ke tangga. Maka, itulah sekumpulan Angsa putih di atas Telaga. Terselip seekor Angsa Hitam yang tidak nampak. Kebaikan menyembunyikan keburukan. Kelembutan menyimpan kekerasan.

Film yang juga di-sutradarai oleh Justin Baldoni ini, di-adaptasi dari novel 'best seller' karya Penulis Top Collen Hoover, "It Ends With Us" (Atria Book Publisher/2016). Menceritakan pencarian cinta gadis 24 tahun Lily Bloom (Blake Lively), setelah berpisah dari cinta pertamanya semasa sekolah Atlas Corrigan (Brandon Sklenar). Dalam pencarian itulah, Lily bertemu Ryle Kincaid (Justin Baldoni).

Film berdurasi 2 jam dan 10 menit ini, layak ditonton. Collen Hoover yang sepanjang kariernya menulis novel  telah terjual 20 juta 'copy', adalah garansi. Betapa Hoover memiliki cita rasa karya yang mumpuni. 

Jangan pula Heran, sejak film ini pertama tayang 9 Agustus, hingga hari ini. Telah memberi pemasukkan sebesar 80 juta dolar AS (sekitar Rp 1,2 trilyun).

Akhir kisah "It End With Us", tentu akan memberi rasa penasaran kepada penonton. Sesaat setelah kelahiran putri dari hubungan Lily Bloom dan Ryle Kincaid. Lily berterus terang kepada Ryle. "Aku ingin kita berpisah". 

Sekalipun Ryle merayu bergaya "Euphemisme", Lily tetap ingin berpisah. Putri mereka Emmy, pun harus berpisah dengan ayahnya, Ryle Kincaid.

Rasa penasaran penonton dengan tokoh Atlas Corrigan, sang "The First love" Lily Bloom. Tentu menyeruak. Collen Hoover sudah menyiapkan novel "It Starts With Us" (2022). Di kisah inilah Lily Bloom dan Atlas Corrigan merajut kembali "surga" mereka yang hilang.

Penulis: Sabri Piliang, Jurnalis

Post a Comment for "Film IT ENDS WITH US, Merajut Surga yang Hilang"