Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Belajar dari Film San Andreas (2015) dan Ancaman Gempa Megathrust di Indonesia

 


 “Tinggal menunggu waktu” bkn berarti segera akan tjd dlm waktu dekat, krn kejadian gempa mmg blm dpt diprediksi, shg kami pun tdk tau kapan akan tjd. Kami katakan “menunggu waktu “ hal itu krn segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sdh release (tinggal segmen tsb yg blm lepas). (twitter @DaryonoBMKG, Kamis 15/8)


Garistebal.com- Berawal dari temuan gempa-gempa kecil yang terjadi di Sesar San Andreas,  Ahli seismologi Institut Teknologi California Dr. Lawrence Hayes dan rekannya Dr. Kim Park. Mereka kemudian menguji model prediksi gempa terbaru ketika patahan terdekat terjadi, di bendungan Hoover. 

Patahan-patahan kecil itu terus bergerak, hingga memicu gempa berkekuatan 7.1 skala richter yang meruntuhkan bendungan. Park terbunuh ketika kakinya tertusuk oleh tulangan besi beton setelah menonjol di tengah upaya untuk menyelamatkan seorang gadis muda, menjepitnya ke bagian bendungan yang hanyut.

 

Hayes menemukan bahwa seluruh Sesar San Andreas sedang bergeser dan akan segera menyebabkan serangkaian gempa bumi besar, yang berpotensi menghancurkan kota-kota di sepanjang garis patahan tersebut.  Dia mulai berlomba untuk memperingatkan penduduk California. 

Gambaran gempa Megathrust terjadi di film San Andreas ini, sebab selain San Andreas beberapa kota yang dilalui sesar, mulai diguncang gempa dengan kekuatan 9,1 skala richter menghancurkan Los Angeles dan San Francisco, karena gempa diikuti dengan Tsunami yang meluluhlantakkan seluruh kota dan bangunannya.

Gempa juga membuat belahan celah besar melalui jalan raya dan meluas untuk panjang sesar yang terlihat di kedua arah. 

San Andreas adalah sebuah film bencana Amerika tahun 2015 , yang menggambarkan gempa Megathrust yang dahsyat. Film disutradarai oleh Brad Peyton.

  


Prediksi dan kewaspadaan Gempa Megathrust beberapa hari lalu diingatkan BMKG Indonesia. Karena mungkin dianggap terlalu ekstrim, Kepala Pusat BMKG, Daryono kemudian mengklarifikasi ancaman gempa dari zona megathrust, yang menjadi pembahasan viral belakangan. 

Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini (warning) yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. 

Zona megathrust merupakan pertemuan antar-lempeng tektonik Bumi di zona subduksi, yakni titik di mana satu lempeng meluncur ke bawah lempeng lain, yang biasanya ada di lautan. Bahayanya adalah gempa besar dan tsunami raksasa.

Gempa besar di Megathrust Nankai Jepang dengan Magnitudo 7,1, turut menyinggung potensi pecahnya megathrust di Indonesia.

Ia menggarisbawahi dua zona megathrust yang sudah lama sekali tak gempa alias punya seismic gap, yakni Megathrust Selat Sunda (M 8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8,9).

Lebih lanjut dijabarkan Cahyo Nugroho, kepala BMKG Bali dalam keterangan tertulisnya, Sejarah mencatat bahwa gempabumi besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada tahun 1757 (usia seismic gap 267 tahun) dan gempabumi besar terakhir Mentawai-Siberut terjadi pada tahun 1797 (usia seismic gap 227 tahun). Artinya kedua seismic gap tersebut perioditasnya sudah lama. Seismic gap ini harus diwaspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu. 

Potensi gempabumi pada Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut bukan hal baru, bahkan sudah ada sejak sebelum terjadi gempa dan tsunami Aceh 2004.

Sampai dengan saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat memprediksi gempabumi dengan tepat dan akurat (kapan, dimana dan berapa kekuatannya), sehingga tidak dapat diketahui kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya.

Khusus Bali, Potensi Megathrust di Selatan Bali Berdasarkan pengamatan kegempaan di Selatan Bali, secara umum relatif aman dengan didominasi gempabumi magnitudo 3 – 4, jelas Cahyo. 

Tim Liputan

dari berbagai sumber & rilis BMKG

Post a Comment for "Belajar dari Film San Andreas (2015) dan Ancaman Gempa Megathrust di Indonesia"